Rabu, 31 Oktober 2012

BELAJAR BANYAK HAL DARI KEGIATAN MAKAN BERSAMA



Individu manusia terdiri dari jasmani dan rohani. Jasmani dan rohani manusia  terdiri dari berbagai aspek perkembangan. Anak merupakan sosok individu yang memiliki aspek perkembangan potensial untuk dikembangkan. Aspek-aspek tersebut diantaranya kognitif, bahasa, motorik/fisik, seni, kreativitas, emosi, sosial, spiritual, disiplin, moral, dan lain sebagainya.
Kebiasaan yang baik dapat merangsang berbagai aspek ini. Terutama aspek perilaku yang terdiri dari disiplin, kemandirian, spiritual, moral, dan konsep diri. Menurut pandangan behavioristk kebiasaan yang dilakukan berulang secara kontiniu kemudian diberikan penguatan berupa pujian atau pemberian hadiah dapat mengembangkan perilaku baik. Perilaku yang diharapkan sesuai dengan nilai-nilai dan norma yang berlaku di masyarakat maupun agama. Penguatan yang diberikan dapat menyebabkan perilaku baik ini menetap mantap dalam diri anak. Sesuai dengan fungsional memori manusia, dimana hal yang berkesan dapat menyebabkan informasi atau kecakapan menetap mantap dalam memori jangka manjang manusia.
Berdasarkan pemaparan sebelumnya, maka saya memutuskan untuk menanamkan kebiasaan-kebiasaan baik kepada Hikari anak semata wayang kami yang berusia 2 tahun. Hal ini dilakukan agar perilaku Hikari dapat sesuai dengan harapan sosial masyarakat, seperti berlaku sopan pada orang yang lebih tua, mengucapkan terima kasih dan lain sebagainya. Kebiasan baik yang saya tanamkan adalah kegiatan makan bersama. Kegiatan ini dilakukan saat makan pagi, siang dan malam. Saya selalu mebiasakan Hikari untuk makan di meja makan. Sejak usia 7 bulan Hikari sudah dibiasakan makan sambil duduk bersama di meja makan. Sejak usia 1 tahun Hikari sudah bisa makan sendiri, walaupun masih berantakan. Dengan makan bersama banyak aspek yang bisa dikembangkan, mulai dari disiplin untuk tepat waktu makan, kemudian sopan santun di meja makan, mengembangkan aspek spiritual dengan berdo’a sebelum dan sesudah makan, dan masih banyak lagi. Saat ini saya sedang membiasakan Hikari untuk dapat meletakkan piring bekas makannya ke tempat cuci piring. Hal ini tidak hanya dilakukan oleh Hikari sendiri tetapi bersama dengan ayah dan bundanya.  Ayah dan bunda berperan sebagai model untuk Hikari. Menurut pandangan kognitif sosial, bahwa anak belajar melalui model yang dilihatnya, kemudian anak mengikuti atau modeling dan mengimitasi contoh tersebut kemudian dengan sendirinya anak akan melakukan hal yang dicontohkan tersebut.
Selain disiplin dari kegiatan makan bersama, bunda juga bisa menanamkan moral kepada anak melalui komunikasi yang dijalin saat makan bersama. Jadi selain menanamkan nilai moral, bahasa anak juga ikut berkembang, karena melalui komunikasi perbendaharaan kata anak bertambah. Tapi komunikasi ini dilakukan bukan saat kita masih mengunyah makanan ya. Komunikasi dapat dilakukan disela-sela saat kita sudah selesai mengunyah makanan. Perbincangan yang dibicarakan biasanya adalah kegiatan sehari-hari yang dilakukan. Diharapkan masalah yang berat jangan dibicarakan saat makan bersama karena bisa merusak selera makan. Jadi yang dibicarakan adalah hal-hal ringan namun terselip berbagai pesan tentang nilai-nilai moral. Komunikasi yang terjalin juga dapat mempererat hubungan keluarga. Selain itu Kognitif anak juga dapat dikembangkan, seperti misalnya berhitung banyak tahu di atas piring atau memperkirakan berapa sendok kuah sup yang dapat memenuhi mangkuk. Saat makan bersama seperti ini juga dapat memudahkan memberikan obat pada anak ketika sakit. Kebersamaan yang dirasakan membuat anak melupakan keengganannya untuk minum obat. Apalagi jika demam, biasanya anak jadi enggan makan dan susah minum obat. Melalui makan bersama, kegiatan makan jadi sedikit lebih menyenangkan dan acara minum obat syrup penurun panas jadi terasa lebih mudah. Rasa jeruknya yang enak juga merupakan nilai tambah lho.
Kegiatan sederhana ini sudah jarang sekali dilakukan. Dengan alasan kesibukan orang tua yang bekerja menyebabkan sudah jarang keluarga yang melakukan kegiatan makan bersama. Dengan demikian, agar tradisi ini tetap lestari maka sejak dini kegiatan amakan bersama dibiasakan pada Hikari. Agar keluarga tetap mempunyai waktu yang berkualitas di tengah-tengah kesibukan orang tua yaitu saat makan.

Minggu, 07 Oktober 2012

Dulo Ito Motoliango Walao



Anak merupakan asset penerus bangsa karena melalui tangan-tangan anak kelak negara Indonesia akan terus maju dan berkembang. Indonesia merupakan negara yang terdiri dari pulau-pulau dan  memiliki beragam suku, bahasa, serta budaya. Keberagaman ini melahirkan salah satu karakter bangsa yaitu sikap saling menghargai dan menghormati perbedaan atau disebut juga toleransi. Namun belakangan ini sikap toleransi terhadap keberagaman mulai hilang. Hal ini ditandai dengan maraknya kasus pertikaian antar golongan, suku, bahkan agama yang terjadi di beberapa daerah. Kasus-kasus perseteruan tersebut dapat mempengaruhi stabilitas nasional, karena dapat menyebabkan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia menjadi runtuh. Padahal, jika mengingat sejarah, negara Indonesia lahir karena bangsa yang bersatu. 

Selain itu, kuatnya arus globalisasi dan kemajuan teknologi menyebabkan semakin mudahnya akses anak terhadap perkembangan ilmu dan teknologi. Namun sangat disayangkan karena kemajuan teknologi belakangan ini memicu kasus-kasus asusila yang semakin marak, seperti semakin gencarnya penyebaran pornografi di berbagai media baik cetak maupun elektronik, Hal ini dapat mengikis akhlak dan moral suatu bangsa terutama anak-anak. Dengan demikian pengembangan karakter bangsa sangatlah penting sebagai benteng bagi anak usia dini di Indonesia agar tidak mudah terkontaminasi oleh pengaruh buruk globalisasi dan kemajuan teknologi.
Salah satu cara untuk mengembangkan karakter bangsa yang baik adalah melalui pendidikan. Hal ini sesuai dengan Undang-undang sistem Pendidikan Nasional No.20 tahun 2003 pasal 1 ayat 1 tentang pendidikan sebagai suatu usaha sadar untuk mengembangkan potensi dan karakter bangsa yang memiliki akhlak mulia. Pengembangan karakter juga merupakan usaha agar fitrah anak untuk berprilaku positif, fitrah tauhid, serta fitrah kebenaran yang terdapat dalam diri anak tetap terjaga. (Ar-Rum,ayat 30)

Untuk itu maka dikembangkanlah pendidikan yang berbasis pada pengembangan karakter. Karakter –karakter tersebut dikembangkan secara holistic (menyeluruh)di semua aspek perkembangan anak secara terintegrasi melalui model pembelajaran yang memberikan kesempatan anak belajar secara aktif dan pengetahuan dibangun dari pengalaman belajar anak.