Senin, 23 Februari 2015

PENINGKATAN KUALITAS PENDIDIKAN ANAK USIA DINI DI INDONESIA




Tujuan Pendidikan Nasional Indonesia menurut Undang-undang Dasar 1945 adalah “mencerdaskan kehidupan bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia” . Hal ini kemudian diatur dalam undang-undang pasal 31 tentang hak setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan serta upaya pemerintah untuk memenuhi hak warga negara tersebut. Tujuan pendidikan Indonesia juga diatur dalam UU SISDIKNAS Nomor 20 tahun 2003 BAB II pasal 3 “mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, menjadi warga negara yang demokratis, dan bertanggungjawab”. Pendidikan tidak hanya berlangsung dalam satu waktu. Pendidikan berlangsung seumur hidup sebagai upaya untuk memanusiakan manusia dan hal ini tidak hanya berhenti ketika anak lulus dari sekolah menengah atau sekolah tinggi yang dilakukan antara guru atau pendidik dengan anak didik tetapi juga dilakukan antara lingkungan dengan anak didik ketika sudah tidak lagi belajar di sekolah.
Pendidikan dimulai sejak dini atau sejak dalam kandungan. Dalam hal ini sejak orang tua mengandung, janin dalam kandungan juga berhak memperoleh pendidikan. Pendidikan yang dilakukan berupa rangsangan-rangsangan agar neuron otak yang baru saja berkembang dapat berkembang dengan optimal sejak dalam kandungan. Pendidikan anak Usia dini merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Program pengembangan mencakup pengembangan nilai agama dan moral, fisik-motorik, kognitif, bahasa, sosial-emosional, dan seni.program pengembangan dilakukan melalui serangkaian proses pemberian rangsangan pendidikan oleh pendidik, respon peserta didik, intervensi pendidik, dan penguatan oleh pendidik.(Peraturan Menteri Pendidikandan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 146 tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 Pendidikan Anak Usia Dini).
Pendidikan Anak Usia dini merupakan fondasi dasar bagi pendidikan selanjutnya. Berarti berkaitan dengan school readiness atau kesiapan sekolah, dalam hal ini berkaitan dengan input yaitu quality of entering student. Kesiapan sekolah bukan hanya berkaitan dengan kemampuan anak mengenal huruf dan angka tapi lebih dari itu. Kesiapan sekolah berkaitan dengan knowledge/understanding, skills, disposisi, dan feeling anak (Kill Patrick), karena anak usia dini ini kelak  nantinya akan menjadi pembelajar yang tangguh, berjiwa pemimpin, dan masyarakat yang produktif. Dengan demikian pada tahap usia dini anak tidak hanya memperoleh pengetahuan tetapi juga contoh dan pembiasaan yang baik agar dapat terinternalisasi dan dapat menetap hingga anak dewasa kelak dan siap menghadapi era globalisasi. Pada tahap ini anak belajar melalui bermain dan melakukan. Anak belajar memang karena anak ingin belajar. Ketika bermain tanpa anak sadari anak sedang belajar (Konstruktivisme). Hal ini sesuai dengan tahapan perkembangan kognitif menurut Piaget, anak masih masuk dalam tahap sensory motor dan pra operational konkret. Anak menerima informasi melalui sentuhan atau interaksi langsung dengan panca indera. Dengan demikian pada tahap ini anak belajar untuk tahu dan melakukan (learning to know dan learning to do). Dalam hal ini pendekatan konstruktivisme berperan dalam kegiatan belajar.
Pada tahap usia dini agar informasi dapat menetap mantap dalam long term memory  menurut Gagne, anak memerlukan stimulasi yang berkesan dan menarik perhatiannya. Suatu informasi dapat menjadi memori jangka panjang  melalui latihan dan pengulangan terus-menerus (Watson). Memori jangka panjang juga dapat terjadi karena adanya suatu kejadian yang langsung disimpan di dalam memori. Dalam hal ini pendekatan kognitivisme dan behaviouristik berperan dalam pemrosesan infromasi.

School readiness bukan hanya dari pihak anak saja yang dipersiapkan, tetapi juga sekolah dan masyarakat. Keluarga juga menjadi komponen penting dalam kesiapan sekolah anak dengan memberikan kesempatan kepada anak untuk berkembang. sebagai contoh dengan mengembangan zona proximal anak dengan berperan sebagai pembimbing bagi anak ketika diperlukan. Hal ini dinamakan scafolding (kognitivisme, vygotski) Begitu juga lingkungan sekitar yang mendukung dengan memberikan kesempatan kepada anak untuk berkembang (konstruktivisme).
 Pada tahap di alur Process Sekolah harus siap menerima siswa-siswa bukan hanya siswa yang memiliki intelektual tinggi tetapi juga seluruh anak Indonesia yang ingin bersekolah. Kesiapan sekolah sebagai lembaga pendidikan meliputi perencanaan pembelajaran yang matang sesuai dengan tahapan perkembangan anak dan juga minat anak (Humanisme). Kelas ditata sedemikian rupa agar menarik untuk anak. Mendisplay kelas sesuai tema atau topik yang akan dibicarakan dan dipelajari. Hal ini dimaksudkan agar konsep yang ingin ditanamkan kepada anak dapat tuntas tersampaikan dan terserap dalam memori anak. Sehingga kelak anak dapat memecahkan permasalahan dengan mudah karena konsep sudah dapat dipahami oleh anak dengan baik (Kognitivisme). Dengan demikian penataan kelas harus sesuai dengan lesson plan yang dapat mengembangkan kemampuan dan keterampilan anak (Konstruktivisme). Lesson plan  disusun sesuai dengan minat dan kebutuhan anak. Oleh karena itu pendidik harus memahami karakteristik setiap anak didik yang berbeda-beda dan memerlukan penangan yang berbeda-beda. Pada tahap usia dini pendekatan humanisme dilakukan. Sehingga Anak yang memiliki kebutuhan khusus yang memerlukan penanganan khusus dapat memperoleh kesempatan untuk belajar bersama dengan anak lainnya. Karena setiap anak sebagai individu memiliki kebutuhan untuk memperoleh rasa cinta dan dihargai untuk kemudian pengetahuan serta mengaktualisasikan dirinya (Humanisme, Maslow).
Selain penataan kelas sekolah memerlukan rancangan kegiatan pembelajaran yang disusun dalam kurikulum. Guru sebelum mengajar perlu melakukan perencanaan dan merancang kegiatan yang akan dilakukan di kelas. Hal ini agar pengembangan dan pembelajaran yang dilakukan dapat terarah sesuai dengan sasaran fokus perkembangan dan sesuai dengan usia anak. Kurikulum yang disusun sebelumnya harus melalui pengkajian terlebih dahulu melalui penelitian pengembangan sehingga dapat teruji secara public melalui diseminasi dan sosialisasi. Pengkajian dan penelitian dalam penyusunan kurikulum dilakukan dan disempurnakan setiap beberapa tahun untuk melihat kebutuhan hasil lulusan disetiap zamannya di masyarakat agar ilmu pengetahuan yang diperoleh sesuai dengan perkembangan zaman dan lulusan memiliki daya saing sesuai dengan kemajuan zaman. Lulusan juga mampu terampil menguasai teknologi yang berkembang pada zamannya namun tetap berakar pada budaya Indonesia (learning to live together). Dengan demikian perlu secara berkala dilakukan asessment dan evaluasi terhadap kurikulum yang disusun. Untuk itu perlu sekali memperhatikan knowledge/understanding, skills, disposisi, dan feeling anak sebagai tujuan mempersiapkan anak ke sekolah. Karena kesiapan sekolah bukan hanya berkenaan dengan kesiapan anak untuk menempuh pendidikan ketika usia dini untuk tingkat selanjutnya saja tetapi sebagai fondasi dasar bagi karakter, keterampilan, keahlian dan profesionalitas seseorang kelak dimasa mendatang.
Pada sekolah menegah dan pendidikan tinggi, pendidikan juga semakin diarahkan pada minat dan kebutuhan anak didik (Humanisme), sebagai contoh jika anak ingin cepat memperoleh pekerjaan maka anak dapat memilih bersekolah di sekolah kejuruan ( SMK). Karena di sekolah kejuruan kurikulum lebih banyak menekankan tentang keterampilan kerja siswa dilapangan. Jika anak ingin melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi maka anak dapat memilih sekolah menengah atas (SMA) yang kurikulumnya berisi tentang persiapan dasar dari ilmu-ilmu yang akan diterima oleh siswa ketika di perguruan tinggi. Dasar ilmu ini secara teoretis dan mendalam akan dipelajari diperguruan tinggu sesuai dengan jurusan atau program studi yang dipilih anak (learning to be).
Pemerintah dalam hal ini sebagai pihak yang berwenang mengeluarkan kebijakan bekerja sama dengan badan yang bertugas untuk mengkaji dan melakukan penelitian pengembangan terhadap kurikulum nasional di Indonesia (Kemendikbud dan Kemenristekdikti) perlu mengatur dengan mengeluarkan peraturan-peraturan tengan sistem pendidikan nasional yang adil dan merata, karena kurikulum nasional ini yang kemudian akan diturunkan menjadi kurikulum di setiap lembaga pendidikan di Indonesia. Pemerintah sebagai pemangku kebijakan mengeluarkan peraturan-peraturan yang mendukung pelaksanaan sistem pendidikan nasional di Indonesia yang demokratis tidak memihak golongan tertentu dan tidak bersifat politis. Kurikulum yang dikembangkan memang untuk memajukan Indonesia agar mampu bersaing secara internasional. Menghasilkan sumber daya manusia yang cerdas dan terampil sesuai dengan kemajuan teknologi dan globalisasi namun tetap memiliki jiwa Indonesia di akhir alur sebagai long term output when children grow up  
Referensi Bacaan :
Hergenhanhn, B.R, dan Olson, H. Matthew, Theories of Learning, (Jakarta : Kencana, 2014)
Woolfolk, Anita, Education PsychologyI,(Pearson Education Inc.2007)
Jamaris, Martini, Orientasi baru dalam Psikologi Pendidikan (Jakarta : Yayasan Penamas Murni, 2010)
Crain, William, Teori Perkembangan, konsep dan aplikasi, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2007)
Chatib, Munif,Gurunya Manusia (Bandung : Mizan Media Utama, 2013)
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Nomor 146 tahun 2014, tentang Kurikulum 2013 Pendidikan Anak Usia Dini.