KEGIATAN PEMBELAJARAN PAUD DILAKSANAKAN MELALUI BERMAIN, BERTAHAP, BERKESINAMBUNGAN DAN BERPUSAT PADA ANAK (Isu- Isu Kritis Dalam Pendidikan)


PENDAHULUAN
Pendidikan anak usia dini adalah pendidikan yang dilakukan sebagai upaya dalam memberikan stimulasi, membimbing, mengasuh dan pemberian kegiatan pembelajaran yang akan menghasilkan kemampuan dan keterampilan bagi anak usia dini. pendidikan anak usia dini diberikan sejak anak berada dalam kandungan hingga berusia 8 tahun. [1] Pada usia ini perkembangan otak anak berkembang sangat pesat hingga 75% terutama pada usia 4 tahun pertama. Anak usia dini adalah periode kreatif, penuh imajinasi dan bermain. [2]
Pendidikan anak usia dini pada dasarnya meliputi seluruh upaya dan tindakan yang dilakukan oleh pendidik dan orang tua dalam proses perawatan, pengasuhan, dan pendidikan dengan menciptakan suasana serta lingkungan yang menyenangkan melalui bermain. Dunia anak adalah bermain, Cara yang paling dekat dengan fase perkembangan anak untuk memahami dunianya adalah melalui bermain. Karena melalui bermain yang menyenangkan dapat terpenuhi rasa ingin tahu anak terhadap sesuatu. Seperti ketika anak ingin memahami tentang jauh dan dekat, dapat dilakukan kegiatan bermain aktif berlari menjauhi dan mendekati sebuah objek. Selain untuk memperoleh kesenangan dan informasi, melalui aktivitas bermain anak dapat memanfaatkan energy berlebih yang anak miliki agar dapat berguna bagi tubuhnya.,
Perkembangan otak anak yang lebih dominan adalah otak kanan. Tahapan perkembangan kognitif anak masih masuk pada masa menerima informasi kemudian mengolahnya melalui pemahaman yang konkret atau nyata, membuat anak memerlukan suatu tindakan nyata seperti menyentuh,meraba, merasa dan bahkan mengekplorasi suatu benda. Melalui kegiatan tersebutlah anak dapat memperoleh pengetahuan, dapat belajar untuk mengetahui sesuatu. Tidak hanya perkembangan kognitif,perkembangan berbagai aspek lainpun seperti bahasa, motorik, emosi, sosial  kreativitas dan lain sebagainya masih berada pada tahap awal sebuah perkembangan, tahapan-tahapan perkembangan ini merupakan fondasi dasar bagi tahapan perkembangan selanjutnya. [3]
Hal ini selaras dengan standar proses  penyelenggaraan Pendidikan Anak Usia Dini di Indonesia menurut Permen 58 tahun 2009, bahwa pembelajaran dilaksanakan melalui bermain. Beberapa prinsip lain diantaranya bahwa pembelajaran dilakukan secara bertahap, berkesinambungan, serta berpusat pada anak juga merupakan poin penting dalam kegiatan belajar anak. Hal ini berkaitan dengan aspek perkembangan anak yang akan berkembang secara bertahap dan berkelanjutan. Selain itu setiap anak memiliki keunikannya masing-masing tidak setiap anak memiliki irama perkembangan yang sama, sehingga pendidik perlu memperhatikan tiap perbedaan individu ini melalui pembelajaran yang berpusat pada anak sesuai dengan minat dan kebutuhan anak.[4]
Namun pada kenyataannya hal ini masih saja terabaikan. Pendidik lebih mementingkan keinginan orang tua yang ingin agar anak cepat membaca, menulis, dan berhitung ( calistung). Jika sekolah tidak mengakomodir orang tua berbondong-bondong memasukan anak ke lembaga bimbingan belajar calistung, orang tua tidak menyadari bahwa yang dilakukan dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak kelak ditahap selanjutnya. Karena anak mendapatkan paksaan ketika memperoleh informasi. Salah satu yang akan dialami anak adalah down shifting atau penurunan kemampuan otak. [5]
Berdasarkan beberapa paparan sebelumnya, pada makalah ini akan dibahas mengenai kegiatan pembelajaran PAUD yang dilaksanakan melalui bermain, bertahap, berkesinambungan, dan berpusat pada anak.
Pembahasan

A. Kegiatan Pembelajaran Anak Usia Dini Melalui Bermain
1. Pengertian Pembelajaran
Menurut Gordon seperti yang dikutip oleh Smith dan Ragan, menyatakan bahwa pembelajaran merupakan proses interaksi antara guru, murid, dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.[1] Sedangkan Glaser dalam Anderson, menyatakan pembelajaran adalah sebuah jembatan yang menghubungkan antara tujuan pembelajaran dan karakteristik individu peserta didik di sekolah. Tujuan utama pembelajaran adalah untuk mendesain kondisi-kondisi tertentu yang dapat membantu siswa mencapai tujuan pembelajaran/kompetensi yang ditetapkan sekolah. Dua alat yang paling penting dalam mengkreasikan kondisi-kondisi tersebut adalah waktu dan materi pembelajaran.[2]
Selain itu pembelajaran juga diartikan sebagai proses yang menghasilkan perubahan yang relatif permanen dalam perilaku dan potensi perilaku seseorang.[3] Perubahan perilaku tersebut merupakan hasil pengalaman pribadi atau hasil praktek yang didapatkan dari proses belajar. Contoh seorang anak tidak akan bisa memakai baju sendiri jika tidak diberi tahu bagaimana cara memakai baju, anak bisa diminta memperhatikan bagaimana ibu memakaikan baju, setelah itu baru anak yang mempraktekkannya. Untuk melancarkan usaha kita agar anak bisa memakai baju sendiri, maka kita perlu menciptakan kondisi dan lingkungan yang membantu anak melakukannya.
Makna pembelajaran tersebut ditegaskan oleh Conny R. Semiawan dengan membahas tiga komponen yang ada dalam pembelajaran, yaitu target group analysis (siapa peserta didik yang dihadapi), content analysis (apa sasaran programnya), serta context analysis yang artinya apa relevansi program itu (konteks) dan terkait dengan itu, kompetensi apa yang diperlukan pada akhir program tersebut. Jadi menurut Conny, pembelajaran dalam anak usia dini berarti konten apa yang perlu diberikan (content analysis) agar terjadi perubahan perilaku pada peserta didik (target group analysis) yang meliputi aspek-aspek pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai, sehingga perlu dijaga kurikulum atau rancangan belajar yang menjadi cakupan (area of interest) untuk dijaga koherensinya (context analysis) serta menyaring “banjir informasi” akibat globalisasi.[4] Kegiatan pembelajaran bagi anak usia dini menurut standar proses yang terdapat dalam Permen 58 tahun 2009 adalah kegiatan pembelajaran melalui bermain, secara bertahap, berkesinambungan dan berpusat pada anak.

2. Hakikat Pembelajaran Anak Usia Dini
            Pada hakikatnya anak itu unik, mengekspresikan perilakunya secara relatif spontan, bersifat aktif dan energik, egosentris, memiliki rasa ingin tahu yang kuat, antusias terhadap banyak hal, bersifat eksploratif dan berjiwa petualang, kaya dengan fantasi, mudah frustrasi, dan memiliki daya perhatian yang pendek. Masa anak merupakan masa belajar yang potensial.
            Kurikulum untuk anak usia dini harus benar-benar memenuhi kebutuhan anak sesuai dengan tahap perkembangan dan harus dirancang untuk membuat anak mengembangkan potensi secara utuh. Baik Kurikulum 1994 maupun Kurikulum 2004 pada dasarnya sama memuat aspek-aspek perkembangan yang dipadukan dalam bidang pengembangan yang utuh yang mencakup bidang pengembangan perilaku melalui pembiasaan dan bidang kemampuan dasar.
Pembelajaran anak usia dini/TK pada hakikatnya adalah pembelajaran yang berorientasi Pembelajaran anak usia dini pada hakikatnya adalah pembelajaran yang berorientasi bermain (belajar sambil bermain dan bermain sambil belajar), pembelajaran yang berorientasi perkembangan yang lebih banyak memberi kesempatan kepada anak untuk dapat belajar dengan cara-cara yang tepat. Pendekatan yang paling tepat adalah pembelajaran yang berpusat pada anak

3. Karakteristik Program Pembelajaran Anak Usia Dini
            Perkembangan dan pertumbuhan merupakan satu proses dalam kehidupan manusia yang berlangsung secara terus-menerus sejak masa konsepsi sampai akhir hayat. Perkembangan juga diartikan sebagai perubahan-perubahan yang dialami oleh seorang individu menuju tingkat kedewasaan atau kematangan yang berlangsung secara sistematis, progresif, dan berkesinambungan baik itu menyangkut aspek fisik maupun psikis. Sistematis, berarti perubahan dalam perkembangan itu bersifat saling ketergantungan atau saling mempengaruhi antara bagian-bagian organisme. Progresif, berarti perubahan yang terjadi bersifat maju, meningkat dan mendalam (meluas) baik secara kuantitatif (fisik) maupun kualitatif (psikis). Berkesinambungan, berarti perubahan pada bagian atau fungsi organisme itu berlangsung secara bertahap dan berurutan.
            Perkembangan memiliki prinsip-prinsip sebagai berikut. 1) Perkembangan merupakan proses yang tidak pernah berhenti. 2) Semua aspek perkembangan saling mempengaruhi. 3) Perkembangan mengikuti pola atau arah tertentu. 4) Perkembangan terjadi pada tempat yang berlainan. 5) Setiap fase perkembangan mempunyai ciri khas. 6) Setiap individu yang normal akan mengalami tahapan/fase perkembangan.
            Fase perkembangan dapat diartikan sebagai penahapan atau pembabakan rentang perjalanan kehidupan individu yang diwarnai ciri-ciri khusus atau pola-pola tingkah laku tertentu. Para ahli mengemukakan pendapat yang berbeda tentang pembabakan atau periodisasi perkembangan ini. Pendapat-pendapat tersebut secara garis besar dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu berdasarkan analisis biologis, didaktis, dan psikologis.
  Karakteristik Perkembangan Anak Usia Dini 
 Perkembangan anak usia dini yang terentang antara usia empat sampai dengan enam tahun merupakan bagian dari perkembangan manusia secara keseluruhan. Perkembangan pada usia ini mencakup perkembangan fisik dan motorik, kognitif, sosial emosional, serta bahasa.
            Pengembangan program pembelajaran Anak Usia Dini memiliki karakteristik sebagai berikut:
1.    Program pembelajaran Anak Usia Dini dilaksanakan secara terpadu dengan memperhatikan kebutuhan terhadap kesehatan, gizi, stimulasi sosial dan kepentingan terbaik bagi anak
2.    Program pembelajaran Anak Usia Dini dilaksanakan secara fleksibel sesuai dengan karakteristik anak dan layanan pendidikan
3.    Program pembelajaran Anak Usia Dini dilaksanakan berdasarkan prinsip belajar melalui bermain dengan memperhatikan perbedaan individual, minat dan kemampuan masing- masing anak, sosial budaya, serta kondisi dan kebutuhan masyarakat.
            Ketika anak mencapai tahapan usia (3 sampai 6 tahun), terdapat ciri yang sangat berbeda dengan usia bayi. Perbedaannya terletak pada penampilan, proporsi tubuh, berat dan panjang badan, serta keterampilan yang mereka miliki.
            Dilihat dari tahapan menurut Piaget, anak usia dini berada pada tahapan praoperasional, yaitu tahapan di mana anak belum menguasai operasi mental secara logis. Periode ini ditandai dengan berkembangnya kemampuan menggunakan sesuatu untuk mewakili sesuatu yang lain dengan menggunakan simbol-simbol. Melalui kemampuan tersebut anak mampu berimajinasi atau berfantasi tentang berbagai hal.
            Perkembangan emosi berhubungan dengan seluruh aspek perkembangan anak. Pada tahap ini emosi anak usia dini lebih rinci atau terdiferensiasi, anak cenderung mengekspresikan emosi dengan bebas dan terbuka. Sikap marah sering mereka perlihatkan dan sering berebut perhatian guru.
            Perkembangan sosial adalah perkembangan perilaku anak dalam menyesuaikan diri dengan aturan-aturan masyarakat dimana anak itu berada. Perkembangan sosial anak merupakan hasil belajar, bukan hanya sekedar hasil dari kematangan. Perkembangan sosial diperoleh anak melalui kematangan dan kesempatan belajar dari berbagai respons terhadap dirinya. Bagi anak prasekolah, kegiatan bermain menjadikan fungsi sosial anak semakin berkembang.
            Anak prasekolah biasanya telah mampu mengembangkan keterampilan bicara melalui percakapan yang dapat memikat orang lain. Mereka dapat menggunakan bahasa dengan berbagai cara seperti bertanya, berdialog, dan menyanyi. Sejak usia dua tahun anak sangat berminat untuk menyebut nama benda. Minat tersebut terus berlangsung sehingga dapat menambah perbendaharaan kata.
4.Pengertian Bermain
Menurut Hurlock, bermain adalah setiap kegiatan yang dilakukan untuk kesenangan yang ditimbulkan tanpa mempertimbangkan hasil akhir.[5] Menurut Eliason dan Jenkins, bermain adalah an active form of learning that unites the mind, body, and spirit.[6] Bermain adalah bentuk aktif dari belajar yang menyatukan pikiran, tubuh, dan semangat. Bermain merupakan aktivitas yang penting bagi anak karena melalui bermain anak mengeksplorasi dunianya.[7] Menurut Piaget dalam Mayesti bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan berulang-ulang dan menimbulkan kesenangan bagi seseorang.[8] Dengan demikian bermain adalah kegiatan yang dilakukan berulang-ulang untuk kesenangan yang menyatukan pikiran, tubuh dan semangat anak untuk mengeksplorasi dunianya.
Berdasarkan beberapa pengertian bermain yang dipaparkan sebelumnya Bermain memiliki beberapa ciri yang dapat membedakan aktivitasnya dengan aktivitas lain,[9] diantaranya :


a.    Dilakukan berdasarkan motivasi instrinsik
Kegiatan bermain dilakukan berdasarkan keinginan anak sendiri. Hal ini dilakukan tanpa paksaan dari pihak lain.
b.    Diwarnai oleh emosi-emosi positif
Ketika melakukan kegiatan bermain, setiap anak akan merasa senang dan bersemangat. Ketika anak sedang dalam masalah dan kemudian bermain, anak akan merasa senang kembali dan melupakan masalahnya.
c.    Fleksibel
Kegiatan bermain dapat berubah sesuai keinginan anak kapan saja dan dimana saja.
d.    Menekankan pada proses bukan pada hasil
Kegiatan bermain selalu melihat dari sisi ketika proses berlangsung. Anak akan terlatih keterampilan motorik halusnya, bahasa, bahkan kognitifnya ketika bermain. Namun jika melihat sisi hasil kegiatan bermain akan berbeda. Karena yang tampak adalah alat permainan yang berantakan, lantai kotor, dan lain sebagainya. Untuk itu yang harus ditekankan dalam kegiatan bermain adalah proses bukan hasil.
e.    Bebas memilih
Ketika anak bermain, anak bebas memilih kegiatan bermain apa saja yang dikehendaki.
f.     Mempunyai kualitas pura-pura
Ketika anak sedang bermain, selalu ada aktivitas anak berpura-pura. Ketika bermain boneka anak berpura-pura menjadi dokter atau seorang ibu. Ketika bermain balok, anak sedang berpura-pura sebagai arsitek yang sedang membuat rancang bangun
Dengan demikian kegiatan bermain ini mempunyai tujuan, yaitu Agar anak dapat mengeluarkan semua perasaan negatif, seperti pengalaman yang tidak menyenangkan/traumatik dan harapan-harapan yang tidak terwujud melalui bermain dalam realita sehingga timbul perasaan senang dan lega. Hal ini merupakan tujuan dasar seorang anak bermain, karena anak belum memiliki tujuan yang lebih mendasar lain selain untuk memperoleh kesenangan.
Dari tujuan bermain tersebut, tanpa anak sadari, kegiatan bermain memiliki beberapa fungsi,[10] diantaranya adalah :
a.    Memanfaatkan energi berlebih pada anak
b.    Memulihkan tenaga setelah bekerja dan merasa jenuh
c.    Melatih keterampilan tertentu
d.    Mengembangkan semua aspek perkembangan
e.    Membantu anak mengenali lingkungan dan membimbing anak mengenali kekuatan maupun kelemahan pada dirinya
f.     Memberikan kesempatan proses berasosiasi pada anak untuk mendapat dan memperkaya pengetahuan
Dalam kegiatan stimulasi perkembangan anak kegiatan bermain memiliki beberapa manfaat,[11] diantaranya :
a.    Menjadi salah satu cara bagi pendidik untuk mengamati dan melakukan asesmen terhadap anak
b.    Menjadi media terapi dan intervensi bagi anak yang memiliki kebutuhan khusus
c.    Pengembangan berbagai aspek perkembangan
d.    Mengasah ketajaman panca indera
e.    Pengembangan keterampilan fisik
5. Tahapan Perkembangan Bermain
Bermain memiliki beberapa tahapan sesuai dengan perkembangan anak. tahapan-tahapan ini merupakan hasil penelitian dari beberapa ahli perkembangan anak, yaitu :
a. Tahapan perkembangan bermain menurut Piaget[12]
·         Sensory Motor Play (3/4 BLN- 2 TAHUN)
Pada tahap ini anak menikmati aktivits bermain melalui sensor-sensor otot yang terdapat di dalam tubuh terutama yang terdapat dalam lima indera. Sebagai contoh anak suka memasukan mainan ke dalam mulut, karena anak menikmati aktivitas tersebut. Piaget mendasari tahapan tersebut berdasarkan tahapan perkembangan kognitif anak usia 0-2 tahun melalui sensory motor karena anak berusaha mengenali lingkungan dan memperoleh informasi mengenai lingkungan melalui sensor-sensor otot.
·         Symbolic /make Believe Play (2-7 tahun)
Pada tahap ini kognitif anak sudah masuk pada masa pra operasional konkret, yaitu tahap pemahaman informasi melalui benda-benda konkret. Pada tahap ini kemampuan anak berimajinasi berkembang dengan pesat, dengan demikian pada tahap ini anak masuk pada masa bermain pura-pura atau symbolic/make believe play.
·         Social Play Games With Rules (8-11 Tahun)
Pada tahap ini, perkembangan sosial anak sudah semakin baik. Anak sudah mulai senang bermain dengan teman sebaya. Selain itu menurut Kohlberg, pada usia ini anak sangat mematuhi sebuah aturan yang dibuat sebelumnya. Berdasarkan hal tersebut pada tahap ini Piaget mengklasifikasikan bahwa usia 8-11 tahun adalah tahap bermain social dengan aturan.
·         Games With Rules and Sports (11 tahun ke atas)
Usia 11 tahun ke atas, anak sudah masuk dalam tahap perkembangan kognitif formal operasional. Pada tahap ini anak sudah mampu berpikir secara abstrak seperti orang dewasa. Dengan demikian pada masa ini anak sudah mampu menikmati bermain menggunakan aturan dan juga olah raga.
b. Ragam kegiatan bermain menurut Parten,[13] diantaranya :
·         Unoccupied Play
Pada tahap ini anak tidak benar-benar terlibat dalam permainan. Anak hanya mengamati permainan, jika anak tertarik dengan permainan yang diamati, anak akan masuk dalam permainan. Namun jika tidak anak akan melanjutkan aktivitas lainnya.
·          Solitary Play
Pada tahap ini anak hanya bermain sendiri. Anak mengabaikan kegiatan berinteraksi. Hal ini biasanya dilakukan oleh anak yang berusia 2 atau 3 tahun. Hal ini karena pada masa ini anak berada pada tahap perkembangan kognitif operasional konkret dan baru mengenal dirinya sendiri. Sehingga tahap berpikir anak masih terpusat pada diri anak sendiri atau egosentris. Dengan demikian anak sangat menikmati kegiatan bermain sendiri sampai ketika terdapat anak lain yang mulai mengganggu atau mengambil alat permainan yang anak gunakan.
·         Onlooker Play
Tahap ini adalah tahap bermain melalui pengamatan. Tahap ini adalah tahap anak sebelum ikut dalam kegiatan permainan dalam sebuah lingkungan baru. Anak lebih dulu mengamati anak lain yang sedang bermain, setelah itu anak akan ikut bergabung dalam permainan dengan kelompok anak yang diamati sebelumnya.
·         Parallel Play
Parallel Play adalah kegiatan bermain bersama dalam sebuah kelompok, namun anggota dalam kelompok tersebut tidak melakukan interaksi. Sekelompok anak melakukan kegiatan bermain dalam sebuah lingkungan yang sama namun antar individu tidak melakukan interaksi satu sama lain. Kegiatan bermain ini biasa dilakukan oleh anak usia 3 – 4 tahun.
·         Assosiative Play
Pada tahap ini anak sudah terlibat sedikit komunikasi seperti bertukatr alat permainan. Namun, anak masih belum memiliki kerja sama dalam melakukan kegiatan bermain.
·         Cooperative Play
Tahap ini adalah tahap bermain bersama. Pada kegiatan bermain cooperative anak sudah berbagi tugas dan membuat aturan ketika bermain. Kegiatan bermain ini biasanya sudah tampak pada anak usia 5 tahun. Namun hal ini tetap tergantung pada peran pendidik atau orang tua menstimulasi perkembangan bermain anak.
6. Kegiatan Pembelajaran Melalui Bermain
Ketika anak bermain, sesungguhnya mereka sedang belajar. Menurut Montessori, ketika anak sedang bermain, anak akan menyerap segala sesuatu yang terjadi di lingkungan sekitarnya. Anak yang bermain sebenarnya telah berbagai hal baru yang ada disekitarnya. Proses penyerapan inilah yang disebut Montessori sebagai aktifitas belajar.[14]
Disinilah pentingnya orang tua dan guru memilih dan menentukan jenis permainan yang cocok dengan perkembangan anak. Pemilihan dan penentuan jenis sesuai permainan ini sama persis dengan pemilihan materi pelajaran oleh guru yang sesuai dengan perkembangan peserta didik. Pemilihan jenis permainan yang sesuai dengan perkembangan anak ini perlu dilakukan agar pesan edukatif dalam setiap permainan dapat ditangkap anak dengan mudah dan menyenangkan. Jika antara jenis permainan tidak sesuai dengan perkembangan anak, maka yang terjadi adalah bermain hanya untuk mainan itu sendiri, bahkan akan berdampak buruk bagi pembentukan karakter dan kecerdasannya. Sebaliknya, pemilihan permainan yang selaras dengan perkembangan anak akan mengembangkan aspek kecerdasan tertentu, sehingga kesannya bermain untuk belajar bukan bermain untuk mainan itu sendiri.
Terdapat jenis-jenis permainan tertentu yang lebih cocok, bahkan di desain secara khusus untuk mempermudah anak dalam belajar tertentu. Permainan memang dimaksud bukan sebagai permainan semata, melakukan permainan yang dapat menstimulasi minat belajar anak. Banyak sekali jenis permainan model ini, seperti permainan yang khusus mengembangkan keterampilan motorik kasar dan halus, perkembangan khusus mengembangkan bahasa anak, perkembangan khusus mengembangkan social-emosional anak, dan sebagainya.


B.   Kegiatan Pembelajaran Anak Usia Dini Secara Bertahap dan  Berkesinambungan
Anak usia dini adalah anak yang berada pada rentang usia 0-8 tahun, pada tahap ini kemampuan berpikir aanak berada pada tahap sensory motor (0-2 tahun) dan pra operasional konkret (2-7 tahun). Menurut Piaget, anak memiliki kecenderungan belajar, diantaranya : (1) Konkret, proses belajar beranjak dari hal- hal yang konkrit yaitu dapat dilihat, didengar, dibaui, diraba, diotak-atik, nyata, faktual, bermakna, dan dapat dipertanggung jawabkan (2)Integratif,memandang sesuatu yang dipelajari merupakan satu keutuhan, belum mampu memilah konsep (3).Hierarkis,urutan harus logis, dari yang sederhana ke kompleks, dari yang mudah ke sukar, dari yang dekat ke jauh Dengan demikian kegiatan pembelajaran dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan.
Kegiatan pembelajaran  menuntut pendidik yang memiliki kemampuan profesional, sosial dan pribadi yang baik. Salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh pendidik atau guru Taman Kanak-kanak adalah memahami perkembangan anak. Pemahaman tentang karakteristik perkembangan anak memberikan kontribusi terhadap pendidik untuk merancang kegiatan, menata lingkungan belajar, mengimplementasikan pembelajaran serta mengevaluasi perkembangan dan belajar anak.
Prinsip-prinsip perkembangan anak meliputi: (1) anak berkembang secara holistik, (2) perkembangan terjadi dalam urutan yang teratur, (3) perkembangan anak berlangsung pada tingkat yang beragam di dalam dan di antara anak, (4) perkembangan baru didasarkan pada perkembangan sebelumnya, (5) perkembangan mempunyai pengaruh yang bersifat kumulatif.
Prinsip-prinsip perkembangan anak tersebut memberikan implikasi bagi pendidik dalam menentukan tujuan, memilih bahan ajar, menentukan strategi, memilih dan menggunakan media, serta mengevaluasi perkembangan dan mendukung belajar anak secara optimal.
Kegiatan main yang menyenangkan sebagai media pembelajaran pada Anak Usia Dini harus mendasaerkan pada prinsip- prinsip sebagai berikut: 1) Berorientasi pada kebutuhan anak, 2) Sesuai dengan perkembangan anak, 3) sesuai dengan keunikan setiap individu, 4) Anak belajar dari yang konkrit ke abstrak, dari yang sederhana ke kompleks, dari gerakan verbal, dan dari diri sendiri ke sosial, 5) Anak sebagai pembelajar aktif, 6) Anak belajar melalui interaksi sosial baik dengan orang dewasa maupun dengan teman sebaya yang ada di lingkungannya, 7) Menyediakan lingkungan yang mendukung proses belajar, 8) Merangsang munculnya kreativitas dan inovasi, 9) Mengembangkan kecakapan hidup anak, 10) Menggunakan berbagai sumber dan media belajar yang ada di lingkungan sekitar.
C.   Kegiatan Pembelajaran Anak Usia Dini Berpusat Pada Anak
Menurut Piaget, setiap anak memiliki cara tersendiri dalam menginterprstasikan dan beradaptasi dengan lingkungannya, memiliki struktur kognitif yang disebut schemata yaitu sistem konsep yang ada dalam pikiran sebagai hasil pemahaman dari objek tertentu dalam lingkungan. Dengan demikian setiap anak memiliki cara belajar yang berbeda-beda, sehingga pendidik merancang kegiatan yang sesuai dengan minat dan kebutuhan anak, yaitu berpusat pada anak atau student center.[15]
Pembelajaran yang berpusat pada anak memiliki karakteristik sebagai berikut: 1) prakarsa kegiatan tumbuh dari minat dan keinginan anak, 2) Anak-anak memilh bahan dan memutuskan apa yang ingin ia kerjakan, 3) Anak mengekspresikan bahan-bahan secara aktif dengan seluruh indranya, 4) Anak menemukan sebab akibat melalui pengalaman langsung, 5) Anak mentransformasikan dan menggabungkan bahan-bahan, 6) Anak menggunakan otot kasarnya, 7) Anak menceritakan pengalamannya.
Pembelajaran berpusat pada anak memiliki beberapa Prosedur, diantaranya: Pembelajaran yang berpusat pada anak harus direncanakan dan diupayakan dengan matang. Upaya yang dilakukan adalah dengan merencanakan dan menyediakan bahan/peralatan yang dapat mendukung perkembangan dan belajar anak secara komprehensif. Untuk itu perlu disediakan area-area yang memungkinkan berbagai kegiatan sesuai pilihannya.
Area- area tersebut meliputi:
·         Area Pasir dan Air.
·         Area Balok.
·         Area Rumah dan Bermain Drama.
·         Area Seni.
·         Area Manipulatif.
·         Area Membaca dan menulis.
·         Area pertukangan atau kerja Kayu.
·         Area musik dan gerak.
·         Area komputer.
·         Area bermain di luar ruangan.
Pelaksanaan pembelajaran yang berpusat pada anak meliputi: tahap perencanaan, tahap bekerja dan tahap melaporkan kembali. Contoh Penerapan Pembelajaran yang Berpusat pada Anak
D.   BCCT sebagai salah satu Implementasi Kegiatan Pembelajaran PAUD dilaksanakan melalui bermain, bertahap, berkesinambungan, dan berpusat pada anak
Institusi pendidikan untuk anak usia dini (PAUD) memerlukan metode pembelajaran yang mampu menciptakan lingkungan belajar yang nyaman bagi anak dan mampu merangsang seluruh aspek kecerdasan anak. Metode pembelajaran baru telah dikembangkan oleh Creative Center for Childhood Research and Training (CCCRT) di Florida, USA dikenal dengan nama metode Beyond Center and Circle Time (BCCT). Dalam pendekatan BCCT proses pembelajaran diatur dalam bentuk kegiatan yang ditujukan agar anak belajar dengan mengalami bukan hanya sekedar mengetahui ilmu yang ditransfer oleh guru. Pembelajaran berpusat pada anak dan peran guru hanya sebagai fasilitator, motivator dan evaluator. Sehingga otak anak dirangsang untuk terus berfikir secara aktif dalam menggali pengalamannya sendiri bukan sekedar mencontoh dan menghafal saja.[16]
Selain kualitas guru, tersedianya sarana dan prasarana, metode pembelajaran dalam suatu institusi pendidikan merupakan salah satu hal yang penting dalam penyelenggaraan proses belajar mengajar. Penentuan metode pembelajaran yang sesuai dengan visi institusi pendidikan akan memudahkan bagi para pendidik untuk lebih memfokuskan pembelajaran di dalam kelas. Khususnya institusi pendidikan untuk anak usia dini (PAUD) memerlukan metode pembelajaran yang mampu menciptakan lingkungan belajar yang nyaman bagi anak dan mampu merangsang seluruh aspek kecerdasan anak.
Strategi belajar sambil bermain atau bermain sambil belajar telah diterapkan hampir diseluruh pusat PAUD karena memang bermain merupakan dunia anak dan media belajar yang baik untuk anak. Anak dapat belajar melalui permainan mereka sendiri. Pengalaman bermain yang menyenangkan dapat merangsang perkembangan anak baik secara fisik, emosi, kognisi maupun sosial.
Metode pembelajaran yang sinergis dengan strategi belajar sambil bermain atau bermain sambil belajar telah dikembangkan oleh Creative Center for Childhood Research and Training (CCCRT) di Florida, USA dikenal dengan nama metode Beyond Center and Circle Time (BCCT). Metode ini telah diterapkan di Creative Pre School Florida USA selama lebih dari 25 tahun, baik untuk anak normal maupun anak dengan kebutuhan khusus. Metode BCCT ini merupakan pengembangan metode Montessori, Highscope dan Reggio Emilio.[17]
Konsep belajar yang dipakai dalam metode BCCT difokuskan agar guru sebagai pendidik menghadirkan dunia nyata di dalam kelas dan mendorong anak didik membuat hubungan antara pengetahuan, pengalaman, dan penerapan dalam kehidupan mereka sehari-hari. Sehingga otak anak dirangsang untuk terus berfikir secara aktif dalam menggali pengalamannya sendiri bukan sekedar mencontoh dan menghafal saja. Menurut Jean Piaget (1972), “anak- anak seharusnya mampu melakukan percobaan dan penelitian sendiri, guru tentu saja dapat menuntun anak-anak dengan menyediakan bahan-bahan yang tepat tetapi yang terpenting agar anak dapat memahami sesuatu, ia harus membangun pengertian itu sendiri, ia harus menemukan sendiri”.
Dalam pendekatan BCCT proses pembelajaran diharapkan mampu berjalan secara alamiah dalam bentuk kegiatan yang ditujukan agar anak belajar dengan mengalami bukan hanya sekedar mengetahui ilmu yang ditransfer oleh guru. Metode ini juga memandang bermain sebagai media yang tepat dan satu-satunya media pembelajaran anak karena disamping menyenangkan, bermain dalam setting pendidikan dapat menjadi media untuk berfikir aktif dan kreatif.
BCCT memiliki ciri-ciri sebagai berikut; (1) pembelajaran berpusat pada anak; (2) menempatkan seting lingkungannya; (3) memberikan dukungan penuh kepada setiap anak untuk antif; (4) pendidik sebagai fasilitator, motivator dan evaliator; (5) kegiatan berpusat pada sentra main; (6) memiliki standar prosedur operasional; (7) pemberian pijakan  
Pembelajaran yang berpusat pada anak dan peran guru hanya sebagai fasilitator,motivator dan evaluator merupakan ciri dari metode BCCT ini. Kegiatan anak juga berpusat pada sentra-sentra main yang berfungsi sebagai pusat minat yang memiliki standart operasional prosedur yang baku dan memiliki pijakan-pijakan dalam proses pembelajarannya.
Metode BCCT ini dapat dijadikan metode pilihan yang digunakan institusi pendidikan PAUD mengingat saat ini pendidikan masih didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan sebagai fakta yang harus dihafal dan gurupun masih menjadi pusat pembelajaran atau informasi. Dengan penerapan metode BCCT, kecerdasan anak dapat dikembangkan secara optimal dan anak distimulus untuk menjadi anak yang aktif, kreatif dan berani. Anak dibiasakan memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, mengeluarkan ide-ide yang dimilikinya serta menggunakan pengetahuan dan ketrampilan yang telah dialami. Sedangkan tugas guru hanya memfasilitasi agar informasi yang baru mereka terima lebih bermakna serta memberikan kesempatan kepada anak untuk menemukan dan menerapkan ide-idenya sendiri.
Bagaimana cara mempraktekkan metode BCCT ini di dalam kelas ? Metode BCCT diterapkan pada kelas yang telah dirancang dalam bentuk sentra-sentra, misal: Sentra persiapan, sentra bermain peran baik mikro maupun makro, sentra rancang bangun, sentra musik dan olah tubuh, sentra IT, sentra IMTAQ, sentra seni dan kreatifitas dan sentra sains. Setiap guru bertanggung jawab pada 10 – 12 anak saja dengan moving class setiap hari dari satu sentra ke sentra lainnya.
Ciri khusus yang dimiliki BCCT adalah empat pijakan, yaitu : pijakan lingkungan, pijakan sebelum bermain, pijakan saat bermain dan pijakan setelah bermain. Pijakan-pijakan ini harus diikuti oleh guru guna membentuk keteraturan antara bermain dan belajar. Dalam pijakan lingkungan, guru menata lingkungan yang sesuai dengan kapasitas dan keragaman jenis permainan anak. Pijakan sebelum bermain dilakukan guru dengan meminta anak untuk duduk membentuk sebuah lingkaran sambil bernyanyi, setelah berdo’a bersama guru menjelaskan kegiatan sentra dengan alat peraga yang telah dipersiapkan. Selanjutnya guru bersama anak membuat aturan bermain yang disepakati bersama. Pijakan saat bermain merupakan waktu bagi guru untuk mencatat perkembangan dan kemampuan anak serta membantu anak bila dibutuhkan.
Perlu dipahami bahwa didalam metode BCCT berlaku tiga jenis bermain. Pertama, bermain sensorimotor atau fungsional yang memfungsikan panca indra anak agar dapat berhubungan dengan lingkungan sekitar. Bermain sensorimotor penting untuk mempertebal sambungan antar neuron. Kedua, bermain peraan baik mikro maupun makro dimana anak diberi kesempatan menciptakan kejadian-kejadian dalam kehidupan nyata dengan cara memerankannya secara simbolik. Ketiga bermain pembangunan, Piaget (1962) menjelaskan bahwa kesempatan main pembangunan membantu anak untuk mengembangkan ketrampilannya yang akan mendukung keberhasilan sekolahnya dikemudian hari. Apabila ketiga jenis bermain tersebut dapat dilakukan oleh anak secara optimal memungkinkan adanya ketuntasan belajar dan perkembangan anak baik secara fisik, kognisi, emosi maupun sosial. Sehingga mereka dapat dengan mudah memasuki jenjang pendidikan selanjutnya. Pijakan yang terakhir adalah pijakan setelah bermain dimana anak dapat menceritakan pengalaman bermain mereka serta guru dapat menggali dan menanamkan pengetahuan pada anak.[18]
Penutup
 Beyond Center and Circles Time (BCCT) atau di Indonesia lebih dikenal sebagai pendekatan sentra dan lingkaran (SELING) adalah suatu metode atau pendekatan dalam penyelenggaraan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan merupakan perpaduan antara teori dan pengalaman praktik atau penyelenggaraan PAUD yang berfokus pada anak yang dalam proses pembelajarannya berpusat di sentra main dan saat anak dalam lingkaran dengan menggunakan 4 jenis pijakan (scaffolding) untuk mendukung perkembangan anak yaitu, Pijakan lingkungan main, pijakan sebelum main, pijakan selama main dan pijakan setelah main.
 Tujuan dari pendekatan BCCT ini adalah proses pembelajaran diharapkan berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke sisiwa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan dari pada hasil dengan kata lain agar siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuannya. Siswa dapat mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya, dan bagaimana mencapainya. Mereka sadar bahwa apa yang mereka pelajari akan berguna bagi hidupnya nanti. Memposisikan guru sebagai pembimbing. Meletakkan dasar keimanan, kecerdasan spiritual dan emosionl (ESQ), serta membuat situasi belajar menjadi lebih menyenangkan.
Pendekatan BCCT dilandasi oleh filsafat konstruktivisme dari Giambatista Vico. Filsafat konstruktivisme ini didukung pula oleh filsafat naturalisme romantic dan idealisme. Selain itu, pendekatan ini pun didukung oleh beberapa teori yaitu Maslow, Anna Freud, Erick Erickson, Lev Vygotsky, dan Jean Piaget.
Keunggulan metode BCCT beberapa diantaranya adalah (1) kurikulumnya diarahkan untuk membangun pengetahuan anak (to construct knowledge) yang digali sendiri melalui berbagai pengalaman main di sentra-sentra kegiatan, sehingga mendorong kreativitas anak. (2) Pendidik lebih berperan sebagai perancang, pendukung, dan penilai kegiatan anak dengan mengkondisikan setiap anak untuk berperan aktif. (3) Pembelajarannya bersifat individual, sehingga rencana, dukungan, dan penilaiannya disesuaikan dengan tingkat perkembangan, dan kebutuhan setiap anak, dan sebagainya.
Kelemahan metode BCCT beberapa diantaranya adalah sedikit lebih sulit apabila dibandingkan dengan penerapan metode konvensional yang cenderung klasikal seperti banyak kita jumpai di masyarakat, memerlukan banyak ruangan yang luas, dan membutuhkan sarana dan prasarana yang memadai pula.

 

[1] Patricia L. Smith and Tillman J. Ragan. The Impact of R.M. Gagne’s Work on Instructional Theory. (University of Oklahama. 2006) h.150
[2] Lorin W. Anderson. The Affective Teacher-Study Guide and Readings (USA: McGraw-Hill Publishing Company, 1989) h.39
[3] Fawziah Aswin Hadis, Psikologi Perkembangan Anak (Jakarta: Depdikbud. 1996) h.52
[4] Conny R. Semiawan. Belajar dan Pembelajaran dalam Taraf Usia Dini. (Jakarta: Prenhallindo, 2002) h. 6
[5] Elizabeth B. Hurlock, hild Development 6th ed, (Mc Graw Hill,2001)h.321
[6] Claudia Eliason, dan Loa Jenkins,  A Practical Guide to Early childhood Curriculum (Pearson Merril Prentice Hall,2008)h. 25
[7] Sue Dockett dan Marilyn Fleer, Play and Paedagogy in Early Childhood- Bending the rules,(Sidney : Hartcout, 2000)h.14
[8] Mary Mayesty, Creative Activities for young children 4th ed.: Play development and creativity (Newyork : Delmar publishers. Inc1990)h.42
[9] Sudono, Anggani, Sumber Belajar dan Alat Permainan, Jakarta Grasindo, 2000.h.32

[10] ibid
[11] Hurlock, op.cit, h.323
[12] Ibid
[13] Eliason dan Jenkins, Op.cit,h.28
[14] Jaipaul L. Roopnarine, dan James E.Johnson, Pendidikan Anak Usia Dini Dalam Berbagai Pendekatan, (Jakarta : Kencana,2011)h. 384
[15] Robert E. Slavin,  Psikologi Pendidikan Teori dan Praktik (Jakarta : Indeks,2008),h.42
[16] Pedoman Penerapan Beyond Centers and Circle Time (BCCT)dalam PAUD,Departemen Pendidikan Nasional, 2006, h.4
[17] https://aluswahcenter.wordpress.com/2009/03/07/metode-beyond-center-and-circle-time-bcct-untuk-pendidikan-paud/ diunduh pada 13 Januari 2015
[18] Yuliani Nurani Sujiono, Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini, (Jakarta : Indeks, 2009)h.216-218
 




[1] www.naeyc.org (diunduh pada 12 Januari 2015)
[2] Dorothy Einon, Learning Early, (Jakarta:Dian Rakyat,2006),h.6
[3] Donald O Hebb, Otak tak sekedar folder penyimpanan dalam http://edukasi.kompasiana.com/2010/11/29/otak-tak-sekedar-folder-penyimpanan-322464.html (diunduh pada 12 Januari 2015)
[4] Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2009 tentang Standar Pendidikan Anak Usia Dini, Departemen Pendidikan Nasional.
[5] Endro Yuwanto, Balita diajarkan Calistung saat SD potensi terkena mental hectic ,http://www.republika.co.id/berita/pendidikan/berita/10/07/18/125274-balita-diajarkan-calistung-saat-sd-potensi-terkena-mental-hectic-(diunduh pada 12 Januari 2015)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Permaina Tradisional Tengge-tengge