FILSAFAT ILMU PENDIDIKAN
1.Hakikat
Filsafat Ilmu
Ilmu Þ
pengetahuan (knowledge) Þ segala sesuatu yang diketahui atau hasil
usaha untuk tahu
Þ filsafat, agama, pengetahuan
Pengetahuan Þ
scientific knowledge Þ ilmu pengetahuan
Ø Ilmu adalah segala pengetahuan yang rasional,
suprarasional, dan/atau empiris yang diyakini dapat digunakan sebagai landasan
berpikir dan bertindak untuk memecahkan masalah kehidupan
Ø Ada 3 macam Ilmu: Filsafat, Sains, dan Agama
Ø Ilmu Filsafat sifatnya rasional, mendasar,
menyeluruh, dan spekulatif
Ø Ilmu Sains sifatnya rasional dan empiris
Ø Ilmu Agama sifatnya rasional, suprarasional,
dan/atau empiris
Pengetahuan belum tentu teruji kebenarannya
tidak bisa disebut ilmu Þ
dapat diterima nalar dan empiris. Filosofi berhubungan dengan agama
|
|||||
Teori alam semesta :
·
Teori big bang ( Alex
Fernandez)
·
Steady state
theory (hoyle, Gold,Bondi 1948)
·
Occilating theory
alam semesta berada dalam keadaan melar dan menciut dalam jangka waktu ribuan
juta tahun
Pandangan filsafat sebelum abad 20
Alam semesta sudah ada sejak waktu yang tak
terbatas karena tidak mempunyai awal atau akhir. Alam semesta tidak diciptakan
Manusia pada hakikatnya adalah pendidik tetapi
tidak semua pendidik profesional
Bhineka tunggal ika juga bisa menjadi selogan
di dunia Þ tidak semua manusia yang sma di dunia ini
meskipun kembar identik, tetapi mempunya misi hidup yang sama sebagai khalifah
di dunia.
Manusia yang hakiki adalah makhluk individual
oleh karena itu konsekuensi logis hidup sebagai makhluk sosial
Pendidikan Þ
transfer knowledge
B = f (P.E)
•
Behavior adalah fungsi Personal Inputs dan Environmental
Inputs
•
Yang Genotif itu
hanya menjadi Fenotif jika lingungannya mendukung
•
Manusia dikaruniai
banyak potensi, dan potensi-potensi tersebut hanya dapat tumbuh dan berkembang optimal dan terintegrasi melalui pendidikan
yang sesuai (lingkungan yang baik)
•
Kualitas potensi tiap manusia berbeda-beda karena itu
diperlukan pendidikan yang berbeda-beda pula
Pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara (UU Nomor 20 Th. 2005).
Pendidikan adalah
usaha untuk memberdayakan potensi kemanusiaan secara optimal dan terintegrasi
agar bermanfaat untuk membangun kehidupan bersama yang lebih baik dalam rangka
meningkatkan kualitas pengabdian kepada Tuhan Yang Maha Esa (Mulyono A).
Ø Peserta Didik pada Umumnya atau Peserta Didik
Normal ialah yang tidak mengalami hembatan berarti dalam mengikuti pendidikan
Ø Peserta Didik Barkebutuhan Khusus ialah yang
menyimpang secara bermakna dari kriteria normal dalam kerekteritik fisik,
sinsorik, motorik, kognitif, emosional, dan/atau sosial; dan karena
penyimpangannya tersebut membutuhkan modifikasi pelaksanaan pendidikan yang
disebut Pendidikan Khusus agar seluruh potensinya dapat berkembang penuh dan
terintegrasi
Ø Penyimpangan dapat bermakna positif maupun
negatif
Manusia adalah makhluk
bhinneka yang mengemban misi tunggal untuk membangun kehidupan bersama yang lebih baik dalam rangka meningkatkan kualitas pengabdian semata-mata kepada Tuhan Yang Maha Esa (Bhinneka
Tunggal Ika)
Manusia diciptakan oleh
Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk bhinneka agar dapat saling berhubungan
dalam rangka saling membutuhkan untuk
mengemban misi kekhalifahannya di muka bumi
•
Pendidikan
sebagai upaya menemukenali (to identify) potensi unggul tersembunyi peserta
didik untuk dikembangkan secara optimal dan terintegrasi agar bermanfaat bagi
kehidupan bersama yang lebih baik untuk dipersembahkan kepada Tuhan Yang Maha
Esa.
•
Pendidikan harus
berbasis konsepsi keberbakatan (conceptions of giftedness) bagi semua peserta
didik, bukan mengumpulkan peserta didik berbakat untuk “dididik” secara
eksklusif
•
Pendidikan adalah
upaya menjadikan manusia sebagai rahmat bagi alam semesta (rahmatan lil alamin)
2.Macam-macam
sains (Filsafat, agama, pengetahuan)
Secara
etimologi pengetahuan ( pengetahuan) dalam bahasa Inggris berasal dari kata knowledge. Dalam Encyclopedia of Philosophy dijelaskan bahwa definisi pengetahuan
adalah kepercayaan yang benar (knowledge
is justified true belief).
Sedangkan
secara terminology akan dikemukakan beberapa definisi tentang pengetahuan.
Menurut Gazalba, pengetahuan adalah apa yang diketahui atau hasil pekerjaan
tahu. Pekerjaan tahu tersebut adalah hasil dari kenal, sadar, insyaf, mengerti
dan pandai. Pengetahuan itu adalah semua milik atau isi pikiran. Dengan
demikian pengetahuan merupakan hasil proses dari usaha manusia untuk tahu.
Dalam
kamus filsafat dijelaskan bahwa scientific
knowledge adalah proses kehidupan yang diketahui manusia secara langsung
dari kesadarannya sendiri. Dalam peristiwa ini yang mengetahui (subjek)
memiliki yang diketahui (objek) di dalam dirinya sendiri sedemikian aktif
sehigga yang mengetahui itu menyusun yang diketahui pada dirinya sendiri dalam
kesatuan aktif.
Lebih lanjut lagi dijelaskan bahwa
pengetahuan dalam arti luas berarti semua kehadiran internasional objek dalam
subjek. Namun dalam arti sempit dan berbeda dengan imajinasi atau pemikiran
belaka, pengetahuan hanya berarti putusan yang benar dan pasti (kebenaran dan
kepastian). Disini subjek sadar akan hubungan objek dan eksistensi. Pada
umumnya, adalah tepat kalau mengatakan pengetahuan hanya merupakan pengalaman
sadar. Karena sangat sulit melihat bagaimana persisnya suatu pribadi dapat
sadar akan suatu eksisten tanpa kehadiran eksisten itu dalam dirinya.
John Dewey sebagai orang yang
termasuk aliran filsafat pragmatis, tidak membedakan pengetahuan dengan
kebenaran (antara knowledge dengan truth). Jadi pengetahuan itu harus
benar, kalau tidak benar adalah kontradiksi.
Jenis Pengetahuan
pengetahuan yang diperoleh manusia
dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok, yaitu:
a.
Pengetahuan biasa (common sense) yaitu pengetahuan biasa, atau dapat
kita pahami bahwa pengetahuan ini adalah pengetahuan yang karena seseorang
memiliki sesuatu karena menerima secara baik. Orang menyebut sesuatu itu merah
karena memang merah, orang menyebut benda itu panas karena memang benda itu
panas dan seterusnya.
b. Pengetahuan Ilmu (pengetahuan)
yaitu ilmu pengetahuan yang bersifat kuantitatif dan objektif, seperti ilmu
alam dan sebagainya. Ilmu pada prinsipnya merupakan usaha untuk
mengorganisasikan dan mensistematisasikan common sense, suatu pengetahuan yang
berasal dari pengalaman dan pengamatan
dalam kehidupan sehari-hari.
Ilmu dapat merupakan suatu metode berpikir
secara obyektif (objective thinking),
tujuannya untuk menggambarkan dan member makna terhadap dunia factual. Analisis
ilmu itu objektif dan menyampingkan unsure pribadi, pemikiran logika
diutamakan, netral dalam arti tidak dipengaruhi oleh sesuatu yang bersifat
kedirian (subjektif) karena dimulai dengan fakta.
c. Pengetahuan Filsafat, yakni ilmu
pengetahuan yang diperoleh dari pemikiran yang bersifat kontemplatif dan
spekulatif. Pengetahuan filsafat lebih menekankan pada universalitas dan
kedalaman kajian tentang sesuatu.
d. Pengetahuan Agama, yaitu
pengetahuan yang hanya didapat dari Tuhan lewat para utusan-Nya. Pengetahuan
agama bersifat mutlak dan wajib diyakini oleh para pemeluk agama[6].
Pengetahuan mengandung beberapa hal yang pokok, yaitu ajaran tentang cara
berhubungan dengan Tuhan, yang sering juga disebut dengan hubungan vertical dan
cara berhubungan dengan sesama manusia, yang sering juga disebut dengan
hubungan horizontal.
Perbedaan Pengetahuan dengan Ilmu
Pada
dasarnya pengetahuan berbeda dengan ilmu. Perbedaan itu terlihat dari sifat
sistematik dan cara memperolehnya. Perbedaan tersebut menyangkut pengetahuan
prailmiah atau pengetahuan biasa, sedangkan pengetahuan ilmiah dengan ilmu
tidak mempunyai perbedaan yang berarti.
Jadi perbedaan antara pengetahuan dan ilmu
adalah jika pengetahuan (knowledge) adalah hasil tahu manusia untuk memahami
suatu objek tertentu, sedangkan ilmu (science)
adalah pengetahuan yang bersifat positif dan sistematis.
Menurut Bahm ada delapan hal penting
yang berfungsi membentuk struktur pikiran manusia sehingga menghasilkan suatu
pengetahuan manusia yaitu:
1.
Mengamati (Observes)
Pikiran memiliki peran mengamati obyek-obyek
dalam melaksanakan pengamatan terhadap obyek, pikiran haruslah mengandung
kesadaran, pengamatan sering kali muncul dari rasa ketertarikan dalam obyek.
2.
Kegiatan Menyelidiki (Inqures)
Ketertarikan pada obyek membuat seseorang mau
untuk mempelajari dan menyelidiki obyek tersebut. Bagaimana obyek tersebut ada
dan berkembang, manfaat dan obyek tersebut minat seseorang terhadap obyek
mendorong mereka mau terlibat untuk memahami dan menyelidiki obyek-obyek
tersebut.
3.
Tahapan mempercayai obyek tersebut (Believes)
Setelah mereka mempelajari dan menyelidiki
obyek yang muncul dalam kesadaran mereka, biasanya obyek tersebut diterima
sebagai obyek yang tampak sikap percaya biasanya dilawankan dengan keraguan.
4.
Hasrat (Keinginan) dan Desires
Hasrat atau keinginan timbul dari adanya
ketertarikan pada kesenangan, kehormatan, penghormatan, rasa aman dan
lain-lain. Hasrat biasanya melibatkan beberapa perasaan puas dan frustasi dan
berbagai respon terhadap perasaan tertentu.
5.
Maksud dan Tujuan (Intends)
Walaupun seseorang memiliki maksud ketika akan
mengobservasi, menyelidiki, mempercayai dan berhasrat, namun perasaanya belum
tentu mau menerima dengan segera, terkadang mereka enggan atau malas untuk
melaksanakanya.
6.
Mengatur (Organizes)
Setiap pikiran adalah suatu organisme yang
teratur dalam diri seseorang, pikiran mengatur melalui keadaran yang sudah
jadi, disamping itu pikiran mengatur melalui panggilan untuk memunculkan obyek
serta melalui pengingatan dan mendukung penampilan obyek-obyek.
7.
Proses Penyesuaian (Adaptasi)
Menyesuaikan pikiran-pikiran yang ada
sekaligus melakukan pembatasan-pembatasan yang dibebankan pada pikiran melalui
kondisi keberadaan yang tercakup dalam otak da tubuh. Fikiran itu berasal dari
fisik, biologis, lingkungan dan kultural.
8.
Proses Menikmati (Enjoys)
Pikiran-pikiran
dapat mendatangkan keasyikan, seseorang yang asyik dalam menekuni suatu
persoalan, maka ia akan menikmati itu dalam pikirannya.
Unsur-unsur yang dapat membantu manusia untuk memiliki pengetahuan
dalam hidupnya :
1.
Pengalaman
2.
Ingatan
3.
Kesaksian
4.
Minat dan Rasa Ingin Tahu
5.
Pikiran dan Penalaran
6.
Logika
7.
Bahasa
8.
Kebutuhan Hidup Manusia
3.Dasar-dasar
pengetahuan
menurut Jujun S.
Suria Sumantri menyebutkan bahwa dasar-dasar pengetahuan yang dimiliki manusia
itu meliputi:
1. Penalaran
Penalaran mempunyai ciri- ciri, diantaranya:
a.
Proses berfikir logis
berpikir logis diartikan sebagai
kegiatanberpikir menurut suatu pola tertentu atau menurut logika tertentu
b.
Bersifat analitik
Pada dasarnya analisis merupakan suatu
kegiatan berpikir berdasarkan langkah- langkah tertentu. Perasaan merupakan
suatu penarikan kesimpulan yang tidak berdasarkan padapenalaran. Berpikir tidak
berdasarkan penalaran itu disebut dengan intuisi.
c.
Intuisi
Merupakan suatu kegiatan berpikir nonanalitik
yang tidak mendasarkan diri kepada suatu pola berpikir tertentu.
Ditinjau dari hakikat usahanya, manusia dalam
rangka menemukan kebenaran harus memiliki pengetahuan. Pengetahuan dibedakan
menjadi dua jenis, yaitu:
a. Pengetahuan yang bersumber pada rasio atau
fakta rasionalisme
b. Pengetahuan yang bersumber pada pengalaman
2. Logika (Menarik Suatu Kesimpulan)
Logika dapat
didefinisikan sebagai suatu pengkajian untuk berpikir secara benar. Pada
penalaran ilmiah yang seksama terdapat dua jenis penarikan kesimpulan yakni
logika induktif dan logika deduktif.
Terdapat dua cara penarikan kesimpulan yaitu:
a.
Logika Induktif.
Logika induktif erat kaitannya dengan
penarikan kesimpulan dari kasus-kasus individual nyata menjadi kesimpulan yang
bersifat umum. Misalnya ada fakta bahwa ada kambing mempunyai mata, singa
mempunyai mata, ayam mempunyai mata. Maka dapat disimpulkan semua binatang
punya mata.
b. Logika Deduktif
Terkait dengan penarikan kesimpulan dari hal
yang bersifat umum menjadi kasus yang bersifat individual(khusus). Penarikan
kesimpulan secara deduktif biasanya mempergunakan pola berfikir yang dinamakan
silogisme. Silogisme disusun dari dua buah pernyataan (premis mayor dan premis
minor) dan sebuah kesimpulan.
Exs:
Semua logam memuai jika dipanaskan
|
Premis Mayor
|
Besi adalah sebuah logam
|
Premis Minor
|
Jadi besi memuai jika dipanaskan
|
Kesimpulan
|
Ketepatan penarikan kesimpulan
tergantung dari 3 hal yakni: kebenaran premis mayor, kebenaran premis minor dan
keabsahan pengambilan kesimpulan. Jika salah satu unsur tersebut persyaratannya
tidak terpenuhi maka kesimpulan yang ditariknya akan salah.
Matematika adalah pengetahuan yang
disusun secara deduktif. Argumen matematik seperti a sama dengan b bila b sama
dengan c maka a sama dengan c merupakan suatu penalaran.
C.
Sumber Pengetahuan
Semua
orang mengakui memiliki pengetahuan. Namun dari mana pengetahuan itu diperoleh
atau lewat apa pengetahuan itu di dapat. Dari sana timbul pertanyaan bagaimana
kita memperoleh pengetahuan atau dari mana sumber pengetahuan didapat. Sebelum
membahas sumber pengetahuan, terlebih dahulu mengetahui tentang hakikat
pengetahuan.
Pengetahuan
pada dasarnya adalah keadaan mental. Mengetahui sesuatu adalah menyusun
pendapat tentang suatu objek, dengan kata lain menyusun gambaran tentang fakta
yang ada diluar akal.
Ada dua teori untuk mengetahui hakikat
pengetahuan, yaitu:
1.
Realisme
Teori
ini mempunyai pandangan realistis terhadap alam. Pengetahuan menurut realisme
adalah gambaran atau copy yang sebenarnya dari apa yang ada dalam alam nyata
(dari fakta atau hakikat). Pengetahuan atau gambaran yang ada dalam akal adalah
copy dari yang asli yang ada di luar akal. Hal ini tidak ubahnya seperti
gambaran yang terdapat dalam foto. Dengan demikian, realisme berpendapat bahwa
pengetahuan adalah benar dan tepat bila sesuai dengan kenyataan.
2.
Idealisme
Idealisme
adalah menegaskan bahwa untuk mendapatkan pengetahuan yang benar-benar sesuai
dengan kenyataan adalah mustahil. Pengetahuan adalah proses-proses mental atau
proses psikologis yang bersifat subjektif. Oleh karena itu, pengetahuan bagi
seorang idialis hanya merupakan gambaran subjektif dan bukan gambaran objektif
tentang realitas. Subjektif dipandang sebagai suatu yang mengetahui, yaitu dari
orang yang membuat gambaran tersebut. Karena itu, pengetahuan menurut teori ini
tidak menggambarkan hakikat kebenaran. Yang diberikan pengetahuan hanyalah
gambaran menurut pendapat atau penglihatan orang yang mengetahui atau (subjek).
Setelah kita mengetahui tentang hakikat
pengetahuan dan pemaparan kedua madzhab yang menjelaskan hakikat ilmu itu
sendiri, maka yang menjadi pertanyaan lanjutan adalah dari mana pengetahuan itu
bersumber? Pengetahuan yang ada pada kita diperoleh dengan menggunakan berbagai
alat yang merupakan sumber pengetahuan tersebut
Dalam
hal ini ada beberapa pendapat tentang sumber pengetahuan:
a. Paham Rasionalisme
Rasionalisme atau
gerakan rasionalis adalah sebuah faham atau aliran atau ajaran atau doktrin
filsafat yang menyatakan bahwa kebenaran haruslah ditentukan melalui
pembuktian, logika, dan analisis yang berdasarkan rasio, fakta, ide-ide yang
masuk akal daripada analisis yang melalui iman, dogma, atau ajaran agama.
Rasionalisme mempunyai kemiripan dari segi ideologi dan tujuan dengan humanisme
dan atheisme, dalam hal bahwa mereka bertujuan untuk menyediakan sebuah wahana
bagi diskursus sosial dan filsafat di luar kepercayaan keagamaan. Meskipun
hampir sama, namun ada perbedaan dengan kedua bentuk tersebut humanisme dan
atheisme dengan rasionalisme.
Rasionalisme atau
gerakan rasionalis adalah sebuah faham atau aliran atau ajaran atau doktrin
filsafat yang menyatakan bahwa kebenaran haruslah ditentukan melalui
pembuktian, logika, dan analisis yang berdasarkan rasio, fakta, ide-ide yang
masuk akal daripada analisis yang melalui iman, dogma, atau ajaran agama.
Rasionalisme mempunyai kemiripan dari segi ideologi dan tujuan dengan humanisme
dan atheisme, dalam hal bahwa mereka bertujuan untuk menyediakan sebuah wahana
bagi diskursus sosial dan filsafat di luar kepercayaan keagamaan. Meskipun
hampir sama, namun ada perbedaan dengan kedua bentuk tersebut humanisme dan
atheisme dengan rasionalisme. Rasionalisme atau gerakan rasionalis adalah
sebuah faham atau aliran atau ajaran atau doktrin filsafat yang menyatakan
bahwa kebenaran haruslah ditentukan melalui pembuktian, logika, dan analisis
yang berdasarkan rasio, fakta, ide-ide yang masuk akal daripada analisis yang
melalui iman, dogma, atau ajaran agama. Rasionalisme mempunyai kemiripan dari
segi ideologi dan tujuan dengan humanisme dan atheisme, dalam hal bahwa mereka
bertujuan untuk menyediakan sebuah wahana bagi diskursus sosial dan filsafat di
luar kepercayaan keagamaan. Meskipun hampir sama, namun ada perbedaan dengan
kedua bentuk tersebut humanisme dan atheisme dengan rasionalisme.
Berdasarkan
Shidarta (1999), rasionalisme secara mendasar tidak menolak manfaat dari
pengalaman indra dalam kehidupan manusia. Namun
persepsi indrawi hanya digunakan untuk merangsang kerja akal. Terbukti,
akal manusia tidak secara langsung bergantung pada indra. Jika penangkapan
indra diragukan oleh akal maka akal dapat langsung menolaknya. Keberadaan indra
yang tidak mutlak terhadap rasio ini dapat meghasilkan pengetahuan yang tidak
berasal dari indra, salah satu contoh adalah ilmu matematika. Dengan demikian,
aliran ini memposisikan akal di atas
pengalaman indrawi Dengan kekuasaan akal tersebut, orang berharap akan
lahir suatu dunia baru yang lebih
sempurna, dipimpin dan dikendalikan oleh akal sehat manusia. Kepercayaan
terhadap akal ini sangat jelas terlihat dalam bidang filsafat, yaitu dalam
bentuk suatu keinginan untuk menyusun secara a priori suatu sistem keputusan akal yang luas dan tingkat tinggi
Corak berpikir yang sangat mendewakan kemampuan akal inilah dikenal dalam
filsafat sebagai aliran rasionalisme.
Tokoh-tokohnya penggagas rasionalisme adalah :
1. Rene Descartes (1596 -1650)
2. Nicholas Malerbranche (1638 -1775)
3. De Spinoza (1632 -1677 M)
4. G.W.Leibniz (1946-1716)
5. Christian Wolff (1679 -1754)
6. Blaise Pascal (1623 -1662 M)
b.
Paham Empirisme
Empirisme berasal
dari kata Yunaniempeirikos, artinya pengalaman. Aliran ini lahir dari
Aristoteles yang mendapat pengaruh dari Plato yang menganut paham rasionalisme.
Menurut Aritoteles, ilmu yang didapat merupakan hasil kegiatan manusia melalui
banyak kenyataan serta perubahannya.
Proses kebenaran tersebut dicerna secara bertahap melalui penilaian-penilaian hingga memperoleh
kebenaran- kebenaran yang bersifat universal.
Aliran empirisme
berpendapat bahwa manusia memperoleh pengetahuan melalui pengalaman yang
diperoleh dari indrawi. Pengenalan tersebut dimunculkan oleh pemikir yang
bernama Francois Bacon (1561-1626). Pengetahuan yang diperoleh berasal
dari pengalaman melalui proses
pengenalan indrawi. Pengenalan ini diyakini sebagai yang paling jelas dan
sempurna. Proses pengalaman yang diperoleh tersebut tidak lain akibat suatu
objek yang meranwgsang alat-alat indrawi yang dipahami di dalam otak sehingga
terbentuklah tanggapan-tanggapan mengenai objek yang telah merangsang alat-alat
indrawi tersebut. Aliran ini menganggap pengalaman sebagai satu-satunya sumber
dan dasar ilmu pengetahuan. Menurut
aliran ini gejala-gejala alamiah adalah bersifat konkret dan dapat dinyatakan
melalui tangkapan panca indra manusia. Kaum empirisme mempergunakan logika
induktif dalam menyususn pengetahuan yang berlaku secara umum melalui
pengamatan terhadap gejala-gejala fisik yang bersifat individual.
Tokoh-tokoh penggagas Empirisme adalah:
1.
Francis Bacon
(1210 -1292)
2.
Thomas Hobbes (
1588 -1679)
3.
John Locke ( 1632
-1704)
4.
George Berkeley (
1665 -1753)
5.
David Hume ( 1711
-1776)
6.
Roger Bacon (
1214 -1294).
Sumber ilmu
pengetahuan untuk mengatahui hakekat segala sesuatu bagi masyarakat relegius
tidak cukup dengan menggunakan panca indera dan akal saja tetapi ada dua unsur
lain yaitu wahyu ( revelation) dan ilham (intuisi) sarana berpikir ilmiah untuk
memperoleh pengetahuan.
1. Intuisi
Intuisi merupakan
pengetahuan yang didapat tanpa melalui proses penalaran tertentu, seperti orang
yang sedang terpusat pemikirannya pada suatu masalah tiba-tiba menemukan
jawabannya. Intuisi bersifat personal
dan tidak bisa diramalkan. Intuisi tidak dapat diramalkan sebagai dasar untuk
menyususn pengetahuan secara teratur. Intuisi merupakan pengalaman puncak
(menurut maslow). Sedangkan menurut Nietzsche intuisi merupakan intelegensi
yang paling tinggi.
2. Wahyu
Wahyu merupakan
pengetahuan yang diperoleh bukan dari hasil usaha aktif manusia . Wahyu
merupakan pengetahuan yang disampaikan oleh Tuhan kepada manusia. Wahyu dapat
dipercaya atau tidak sangat ditentukan oleh kepercayaan masing-masing.
Pada dasarnya terdapat dua cara yang pokok
bagi manusia untuk mendapatkan pengetahuan
yang benar. Pertama, mendasarkan diri pada rasional dan mendasarkan diri pada
fakta. Disamping itu adanya intuisi dan wahyu. Intuisi merupakan pengetahuan
yang didapat tanpa melalui proses penalaran tertentu, seperti ”orang yang
sedang terpusat pemikirannya pada suatu masalah tiba-tiba menemukan jawabannya”.
Salah satu pembahasan dalam epistimologi adalah sumber-sumber ilmu pengetahuan. Sumber pengetahuan pada masyarakat relegius berawal dari sesuatu yang sakral dan transenden. Tuhan merupakan sumber dan sebab pertama “causa prima” dari segala sesuatu. Manusia tidak akan menemukan kebenaran yang hakiki selama meninggalkan yang essensi ini.
Salah satu pembahasan dalam epistimologi adalah sumber-sumber ilmu pengetahuan. Sumber pengetahuan pada masyarakat relegius berawal dari sesuatu yang sakral dan transenden. Tuhan merupakan sumber dan sebab pertama “causa prima” dari segala sesuatu. Manusia tidak akan menemukan kebenaran yang hakiki selama meninggalkan yang essensi ini.
Sumber ilmu pengetahuan untuk mengatahui
hakekat segala sesuatu bagi masyarakat relegius tidak cukup dengan menggunakan
panca indera dan akal saja tetapi ada dua unsur lain yaitu ” wahyu ( revelation) dan ilham (intuisi)”. Wahyu
itu adalah salah satu dari wujud “Ketuhanan” dan ilham atau intuisi adalah
termanifestasikan dalam diri para nabi dan rasul. Sehingga para agamawan
mengatakan bahwa kitab suci (wahyu) merupakan sumber ilmu pengetahuan yang
disampaikan oleh manusia pilihan Tuhan kepada umat manusia.
D.
Kriteria Kebenaran
Kebenaran adalah
pernyataan tanpa ragu. Salah satu criteria kebenaran adalah adanya konsistensi
dengan pernyataan terdahulu yang dianggap benar. Adapun beberapa criteria
kebenaran, yaitu:
1.
Teori Koherensi
Suatu pernyataan
dianggap benar bila pernyataan tersebut bersifat koheren dan konsisten dengan
pernyataan- pernyataan sebelumnya yang dianggap benar. Contoh: “ semua manusia
akan mati “ adalah suatu pernyataan yang benar, maka pernyataan bahwa “ agus
adalah manusia dan agus pasti mati”. Adalah benar, sebab pernyataan yang kedua
adalah konsisten dengan pernyataan yang pertama.
2.
Teori Korespondensi
Teori korespondensi dipelopori oleh Bertrand
Russel (1872- 1970).
Dalam teori ini
suatupernyataan dianggap benar apabila materi pengetahuan yang
dikandungberkorespondensi dengan objek yang dituju oleh pernyataan tersebut.
3.
Teori Pragmatis
Teori
pragmatismengatakan bahwa kebenaran suatu pernyataan diukur dengan kriteria
apakah pernyataan tersebut bersifat fungsional dalam kehidupan praktis.
Artinya, pernyataan adalah benar, jika pernyataan itu atau konsekuensi dari
pernyataan itu mempunyai kegunaan praktis dalam kehidupan manusia. Teori
pragmatis digunakan oleh ilmuwan dalam menentukan kebenaran ilmiah dilihat
dalam perspektif waktu.Contoh: jika dalam pembelajaran bahasa terdapat teori A
kemudian dikembangkan dengan teknik B sebagai peningkatan aplikasi teori
kebahasaan A itu maka teori A dianggap sebagai kebenaran karena berguna dalam
aplikasi kehidupan berbahasa.
4.Ontologi
Ontologi terdiri dari dua suku kata, yakni
ontos dan logos. Ontos berarti sesuatu yang berwujud (being) dan logos berarti ilmu. Jadi ontologi adalah bidang pokok
filsafat yang mempersoalkan hakikat keberadaan segala sesuatu yang ada menurut
tata hubungan sistematis berdasarkan hukum sebab akibat yaitu ada manusia, ada
alam, dan ada kausa prima dalam suatu hubungan yang menyeluruh, teratur, dan
tertib dalam keharmonisan. Ontologi dapat pula diartikan sebagai ilmu atau
teori tentang wujud hakikat yang ada. Obyek ilmu atau keilmuan itu adalah dunia
empirik, dunia yang dapat dijangkau panca indera. Dengan demikian, obyek ilmu
adalah pengalaman inderawi. Dengan kata lain,
ontologi adalah ilmu yang mempelajari tentang hakikat sesuatu yang
berwujud (yang ada) dengan berdasarkan pada logika semata.
Ontologi Menurut Beberapa Tokoh Filsafat
Menurut istilah,
ontologi adalah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada, yang merupakan ultimate reality baik yang berbentuk
jasmani/konkret maupun rohani/abstrak. Tokoh yang membuat istilah pertama ontologi
adalah cristian wolff (1679-1714). Istilah ontologi berasal dari bahasa yunani,
yaitu ta onta berarti “ yang berada”, dan logi berarti ilmu pengetahuan atau
ajaran. Dengan demikian ontologi adalah ilmu pengetahuan atau ajaran tentang
yang ada.
Berikut adalah
pendapat tokoh filsafat mengenai ontologi diantaranya:
Ø Aristoteles mengatakan The first Philosophy dan merupakan ilmu mengenai
esensi benda.
Ø Noeng Muhajir dalam bukunya Filsafat Ilmu mengatakan ontology membahas
tentang yang ada yang universal dan tidak terikat oleh satu perwujudan
tertentu.
Ø Lorens Bagus menjelaskan yang ada yang meliputi semua realitas dalam semua
bentuknya.
Ø Jujun S. Suriasumatri dalam Pengantar ilmu dalam Perspektif
mengatakan, ontologi membahas apa yang kita ingin ketahui, seberapa jauh kita
ingin tahu, atau dengan perkataan lain, suatu pengkajian mengenai teori tentang
ada.
Ø A. Dardiri dalam bukunya Humaniora, Filsafat dan Logika mengatakan
ontologi adalah menyelidiki sifat dasar dari apa yang nyata secara
fundamental dan cara yang berbeda dimana entitas dari kategori-kategori yang
logis yang berlainan (objek-objek fisis, hal universal,abstraksi) dapat
dikatakan ada.
Ø Sidi Gazalba dalam bukunya Sistematika Filsafat mengatakan, ontologi mempersoalkan
sifat dan keadaan terakhir dari kenyataan.
Ø Amsal Bakhtiar dalam bukunya Filsafat Agama I mengatakan, ontologi adalah
teori/ilmu tetang wujud, tentang hakikat yang ada.
Ø Menurut
Suriasumantri (1985), Ontologi membahas tentang apa yang ingin kita ketahui,
seberapa jauh kita ingin tahu, atau, dengan kata lain suatu pengkajian mengenai
teori tentang “ada”. Telaah ontologis akan menjawab pertanyaan-pertanyaan :
o
apakah obyek ilmu yang akan ditelaah,
o
bagaimana wujud yang hakiki dari obyek
tersebut, dan
o
bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan
daya tangkap manusia (seperti berpikir, merasa, dan
mengindera) yang membuahkan pengetahuan.
Ø Menurut Soetriono
& Hanafie (2007)
o
Ontologi yaitu merupakan azas dalam menerapkan
batas atau ruang lingkup wujud yang menjadi obyek penelaahan (obyek ontologis
atau obyek formal dari pengetahuan) serta penafsiran tentang hakikat realita
(metafisika) dari obyek ontologi atau obyek formal tersebut dan dapat merupakan
landasan ilmu yang menanyakan apa yang dikaji oleh pengetahuan dan biasanya
berkaitan dengan alam kenyataan dan keberadaan.
Ø Menurut Pandangan
The Liang Gie
o
Ontologi adalah bagian dari filsafat dasar
yang mengungkap makna dari sebuah eksistensi yang pembahasannya meliputi
persoalan-persoalan:
o
Apakah artinya ada, hal ada?
o
Apakah golongan-golongan dari hal yang ada?
o
Apakah sifat dasar kenyataan dan hal ada?
o
Apakah cara-cara yang berbeda dalam mana
entitas dari kategori-kategori logis yang berlainan (misalnya objek-objek
fisis, pengertian universal, abstraksi dan bilangan) dapat dikatakan ada.
Ø Menurut
Ensiklopedi Britannica Yang juga diangkat dari Konsepsi Aristoteles
o
Ontologi Yaitu teori atau studi tentang being
/ wujud seperti karakteristik dasar dari seluruh realitas. Ontologi sinonim
dengan metafisika yaitu, studi filosofis untuk menentukan sifat nyata yang asli
(real nature) dari suatu benda untuk menentukan arti , struktur dan prinsip
benda tersebut. (Filosofi ini didefinisikan oleh Aristoteles abad ke-4 SM).
Beberapa
ahli berpendapat bahwa ontologi adalah cabang dari metafisika, tetapi ada juga
yang berpendapat bahwa ontologi identik dengan metafisika. Salah satu cabang
ontologi adalah kosmologi. Wolff menggunakan filsafat ontologi untuk menunjuk
bidang pemikiran spekulatif yang terletak antara lain:
1. Filsafat alam
yang mempelajari asal-usul dan susunan dunia
2. Filsafat
rohani atau psikologi yang mempelajari tentang pikiran.
Aliran-Aliran Ontologi
Dalam mempelajari ontologi muncul
beberapa pertanyaan yang kemudian melahirkan aliran-aliran dalam filsafat. Dari
masing-masing pertanyaan menimbulkan beberapa sudut pandang mengenai ontologi.
Pertanyaan itu berupa “Apakah yang ada itu? (What is being?)”, “Bagaimanakah
yang ada itu? (How is being?)”, dan “Dimanakah yang ada itu? (What is
being?)”.
1. Apakah yang ada itu? (What is being?)
Dalam
memberikan jawaban masalah ini lahir aliran filsafat, yaitu sebagai berikut :
a). Aliran Monoisme
Aliran ini berpendapat bahwa yang ada itu
hanya satu, tidak mungkin dua. Haruslah satu hakikat saja sebagai sumber yang
asal, baik yang asal berupa materi ataupun berupa ruhani. Tidak mungkin ada
hakikat masing-masing bebas dan berdiri sendiri. Haruslah salah satunya
merupakan sumber yang pokok dan dominan menentukan perkembangan yang lainnya.
Plato adalah tokoh filsuf yang bisa dikelompokkan dalam aliran ini, karena ia
menyatakan bahwa alam ide merupakan kenyataan yang sebenarnya. Istilah monisme
oleh Thomas Davidson disebut dengan Block Universe. Paham ini kemudian
terbagi ke dalam dua aliran, yaitu :
·
Materialisme
Aliran ini
menganggap bahwa sumber yang asal itu adalah materi, bukan ruhani. Aliran ini
sering juga disebut dengan naturalisme. Menurutnya bahwa zat mati
merupakan kenyataan dan satu-satunya fakta. Aliran pemikiran ini
dipelopori oleh bapak filsafat yaitu Thales (624-546 SM). Ia berpendapat bahwa
unsur asal adalah air, karena pentingnya bagi kehidupan. Anaximander (585-528
SM) berpendapat bahwa unsur asal itu adalah udara, dengan alasan bahwa udara
merupakan sumber dari segala kehidupan. Demokritos (460-370 SM) berpendapat
bahwa hakikat alam ini merupakan atom-atom yang banyak jumlahnya, tak dapat
dihitung dan amat halus. Atom-atom itulah yang merupakan asal kejadian alam.
·
Idealisme
Idealisme diambil dari kata “idea”
yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa. Aliran ini menganggap bahwa dibalik
realitas fisik pasti ada sesuatu yang tidak tampak. Bagi aliran ini, sejatinya
sesuatu justru terletak dibalik yang fisik. Ia berada dalam ide-ide, yang fisik
bagi aliran ini dianggap hanya merupakan bayang-bayang, sifatnya sementara, dan
selalu menipu. Eksistensi benda fisik akan rusak dan tidak akan pernah membawa
orang pada kebenaran sejati. Dalam perkembangannya, aliran ini ditemui dalam
ajaran Plato (428-348 SM) dengan teori idenya. Menurutnya, tiap-tiap yang ada
di dalam mesti ada idenya yaitu konsep universal dari tiap sesuatu. Alam nyata
yang menempati ruangan ini hanyalah berupa bayangan saja dari alam ide itu.
Jadi, idelah yang menjadi hakikat sesuatu, menjadi dasar wujud sesuatu.
b). Aliran
Dualisme
Aliran ini berpendapat bahwa benda terdiri
dari dua macam hakikat sebagai asal sumbernya, yaitu hakikat materi dan hakikat
rohani, benda dan roh, jasad dan spirit. Kedua macam hakikat itu masing-masing
bebas dan berdiri sendiri, sama-sama azali dan abadi. Hubungan keduanya
menciptakan kehidupan dalam alam ini. Tokoh paham ini adalah Descartes
(1596-1650 M) yang dianggap sebagai bapak filsafat modern.
c). Aliran Pluralisme
Aliran ini berpandangan bahwa segenap macam
bentuk merupakan kenyataan. Pluralisme bertolak dari keseluruhan dan mengakui
bahwa segenap macam bentuk itu semuanya nyata. Pluralisme dalam Dictionary
of Philosophy and Religion dikatakan sebagai paham yang menyatakan bahwa
kenyataan alam ini tersusun dari banyak unsur, lebih dari satu atau dua
entitas. Tokoh aliran ini pada masa Yunani Kuno adalah Anaxagoras dan
Empedocles, yang menyatakan bahwa substansi yang ada itu terbentuk dan terdiri
dari empat unsur, yaitu tanah, air, api, dan udara. Tokoh modern aliran ini adalah
William James (1842-1910 M), yang mengemukakan bahwa tiada kebenaran yang
mutlak, yang berlaku umum, yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri, dan lepas
dari akal yang mengenal.
Metafisika,
Asumsi dan Peluang
Metafisika
Tafsiran
paling pertama dalam metafisika adalah : terdapat sifat/wujud gaib
(supernaturalisme) yang umumnya ada pada pemikiran religi, baik yang sangat
sederhana (animisme) maupun pada religi
modern. Lawan daripada supernaturalisme adalah naturalisme yang lebih
menekankan kepada hal-hal yang ada dalam dunia nyata (materialis) yang dapat
dipelajari dan diketahui. Contoh, seperti rasa manis, pahit panas, dingin, dan
lain-lain adalah hal-hal yang yang indrawi. Rangsangan itu mengalir ke otak
sehingga otak menyadari gejala tersebut.
Apakah
pikiran / kesadaran itu ? Sudah merupakan kenyataan yang tidak perlu
diperdebatkan lagi bahwa proses berpikir manusia menghasilkan pengetahuan
tentang zat (objek) yang ditelaahnya. Dalam hal ini ada dua aliran yang
memiliki dua pemahaman yang berbeda yang dikemukakan Jujun, yaitu :
1.
Aliran monistik
(tokoh Christian Wolff/1679-1754)
Aliran ini tidak
membedakan antara pikiran dan zat, yang berbeda hanya dalam gejala yang
dsebabkan oleh proses yang berlainan namun memililiki substansi yang sama.
Contoh :
- Teori
relativitas Einstein : bahwa energi adalah bentuk lain daripada zat
- Pandangan
tentang robot-robot manusia dalam sandiwara terkenal karangan
Karl Cape
2.
Aliran dualitik (Thomas Hyde 1700)
Paham ini
membedakan antara pikiran (kesadaran) dan zat. Filosof lain yang menganut paham
ini adalah Rene Descrates (1596-1650), John Locke (1632-1714) dan George Berkeley (1685-1735). Ketiga ahli
filsafat berpendapat bahwa apa yang ditangkap oleh pikiran manusia adalah
bersifat metal. Cagito ergo sum : saya berpikir maka saya ada, kata Descrates.
Teori tabularasa : pikiran manusia pada mulanya diibaratkan seperti lempengan
lilin yang licin yang dikembangkan oleh John Locke dan Berkeley dengan
pernyataannya : To be is to be Perceived
: ada adalah disebabkan persepsi.
Pada
hakekatnya ilmu itu tidak dapat dilepaskan dari metafisika namun seberapa jauh
kaitan itu semuanya tergantung kita. Ilmu merupakan pengetahuan yang mencoba
menafsirkan alam ini sebagaimana adanya. Kalau memang itu tujuannya maka kita
tidak bisa melepaskan diri dari masalah-masalah yang ada di dalamnya.
Metafisika keilmuan yang berdasarkan
kenyataan yang sebagaimana adanya (das sein) menyebabkan ilmu menolak
yang bersifat seharusnya (das Sollen). Ilmu justru merupakan pengetahuan yang
biasa dijadikan alat untuk mewujudkan tujuan-tujuan yang mencerminkan das
Sollen dengan jalan mempelajari das Sein agar dapat menjelaskan, meramalkan dan
mengontrol gejala alam.
Asumsi
Bagaimana ilmu sampai pada pemecahan masalah
dimulai dengan adanya dugaan. Ketika kita menduga-duga maka ada beberapa
landasan yang menjadi dasar timbulnya
dugaan tersebut, yaitu :
1. Determinisme yaitu hukum alam yang bersifat
universal, paham ini dikembangkan loleh Wiliam Hamilton (1788-1856) dari
doktirn Thomas Hobbes (1588-1679). Ajarannya merupakan lawan dari paham
fatalisme yang berpendapat bahwa segala kejadian ditentukan oleh nasib yang
telah ditetapkan terlebih dahulu.
2. Pilihan bebas yaitu adanya hubungan sebab dan
akibat dari setiap gejala. Manusia memiliki kebebasan untuk menentukan
pilihannya tidak terikat pada hukum alam yang tidak memberikan alternative.
3. Probabilitas yakni keumuman itu memang ada,
namun berupa peluang maka timbullah apa yang disebut asumsi, bahwa hukum yang
mengatur berbagai gejala ini memang ada.
4. Hukum disini berarti aturan main atau pola
kejadian yang gejalanya terjadi berulangkali. Untuk meletakkan ilmu dalam
perspektif filsafat maka dibutuhkan suatu pengetahuan yang berada di
tengah-tengah antara kemutlakan agama dan keunikan individu. Kompromi yang
diusulkan ilmuwan inilah yang dipakai sebagai landasan ilmu. Jadi sebagai jalan
tengah kita harus memilih Hukum Probabilitas. Yang tidak tergantung pada
sesuatu yang sifatnya universal
(determinisme) juga pada sesuatu yang khas pada individu (pilihan bebas).
Peluang
Ilmu/science
tidak berprentensi untuk mendapatkan pengetahuan yang bersifat mutlak. Ilmu
memberikan pengetahuan sebagai dasar bagi saudara untuk mengambil keputusan
dimana keputusan saudara harus didasarkan kepada penafsiran kesimpulan ilmiah
yang bersifat relatif. Dengan demikian maka kata akhir dari suatu keputusan
terletak di tangan saudara dan bukan pada teori-teori keilmuwan. Sebagai contoh
: berdasarkan teori metereologi dan geofisika mengatakan bahwa dengan probabilitas 0.8 besok tidak
akan turun hujan. Apa artinya peluang 0,8
ini? Artinya probabilitas untuk turun hujan esok ada 8 dari 10 (yang
merupakan kepastian) atau dengan kata lain : peluang 0,8 mencirikan bahwa pada
19 kali ramalan tentang akan jatuh hujan 8 kali memang hujan itu turun dan 2
kali ramalan itu meleset. Jika diaplikasikan pada :
1.
Jika saudara akan
pergi piknik bersama keluarga apakah yang akan saudara lakukan?
2.
Bagaimana jika
saudara pedagang garam? Apakah pilihan saudara ?
Beberapa Asumsi Dalam Ilmu
Ada
beberapa pandangan ilmiah terhadap sebuah objek pengamatan menurut
Charles-Eugene Guye. Gejala ini timbul karena skala observasi yang berbeda.
Contoh : seorang anak melihat pohon kelapa begitu besar dan tinggi, amuba melihat
bidang datar itu seperti bergelombang. Sedangkan dalam fisika, perbedaan itu
terdapat dalam fondasi dimana dibangun teori ilmiah di dalamnya yaitu asumsi
tentang dunia fisikanya.
Dalam
analisa secara mekanistik terdapat 4 komponen analistik yaitu : zat ruang,
gerak dan waktu. Newto berpendapat bahwa
keempat komponen itu bersifat absolute. Einstein berbeda dengan Newton
berpendapat bahwa keempat komponen iu bersifat relatif. Tidak mungkin mengukur
gerak secara absolut, demikian juga dengan zat. Pada dasarnya ilmu tidak
bermaksud mencari yang bersifat absolut karena adanya limit dalam kemampuan
manusia untuk mengetahui dan meramalkan gejala-gejala fisik. Apakah kita perlu
memberikan batasan dalam bentuk asumsi yang kian sempit ?. Jawabannya sederhana:
karena ilmu ingin mendapatkan pengetahuan yang bersifat analitis maka
pembatasan itu perlu. Oleh karena itu dalam pengembangan asumsi perlu
diperhatikan beberapa hal, yaitu :
1.
Asumsi harus
relevan dengan bidang dan tujuan pengkajian disiplin keilmuan.
2.
Asumsi harus
disimpulkan dari keadaan sebagaimana adanya bukan bagaimana keadaan seharusnya.
3.
Seorang ilmuwan
harus benar-benar mengenal asumsi yang digunakan dalam analisis keilmuannya.
Batas-Batas Penjelasan Ilmu/science
Ruang
penjelajahan keilmuan menjadi “kapling-kapling berbagai disiplin keilmuan.
Kapling ini makin lama makin sempit dengan perkembangan kualitatif disiplin
keilmuan. Dengan makin sempitnya daerah penjelajahan suatu bidang keilmuan maka
seringkali diperlukan pandangan dari disiplin ilmu lain. Hasrat untuk
menspesialisasikan diri pada suatu bidang telaahan yang memungkinkan analisis
yang makin cermat dan seksama menyebabkan objek formal (objek ontologis) dari
disiplin keilmuan menjadi kian terbatas.
Pada dasarnya cabang-cabang ilmu tersebut berkembang
dari dua cabang utama yakni filsafat alam yang kemudian menjadi rumpun ilmu
alam (the natural sciences) dan
filsafat moral yang kemudian berkembang ke dalam cabang ilmu-ilmu sosial (the Social sciences). Berdasarkan dua
cabang utama inilah kemudian berkembang cabang-cabang ilmu lain. Tiap-tiap
cabang kemudian membuat ranting-ranting baru. Diperkirakan, saat ini terdapat
650 cabang keilmuan. Dari cabang-cabang ilmu ini dapat juga digolongkan sebagai ilmu murni dan ilmu terapan.
5.Epistimologi
Istilah
epistemologi didalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah “Theory of knowledge”. Epistemologi berasal dari kata “episteme” dan “logos”. Episteme berarti pengetahuan dan logos berarti teori. Ada beberapa
pengertian epistemologi yang diungkapkan para ahli yang dapat dijadikan pijakan
untuk memahami apa sebenarnya epistemologi itu.
Epistomologi atau teori pengetahuan ialah cabang
filsafat yang berurusan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan,
pengandaian-pengandaian, dan dasar-dasarnya serta pertanggungjawaban atas
pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki.
Secara linguistik kata “Epistemologi” berasal dari
bahasa Yunani yaitu: kata “Episteme” dengan arti pengetahuan dan kata “Logos”
berarti teori, uraian, atau alasan. Epistemologi dapat diartikan sebagai teori
tentang pengetahuan yang dalam bahasa Inggris dipergunakan istilah theory of
knowledge. Istilah epistemologi secara etimologis diartikan sebagai teori
pengetahuan yang benar dan dalam bahasa Indonesia disebut filsafat pengetahuan.
Secara terminologi epistemologi adalah teori mengenai hakikat ilmu pengetahuan
atau ilmu filsafat tentang pengetahuan.
Masalah utama dari epistemologi adalah pertanyaan yang
mendasar apakah sumber dan dasar pengetahuan, apakah pengetaguan itu adalah
kebenaran yang pasti, bagaimana cara memperoleh pengetahuan. Sebenarnya
seseorang baru dapat dikatakan berpengetahuan apabila telah sanggup menjawab
pertanyaan-pertanyaan epistemologi artinya pertanyaan epistemologi dapat
menggambarkan manusia mencintai pengetahuan. Hal ini menyebabkan eksistensi
epistemologi sangat urgen untuk menggambar manusia berpengetahuan yaitu dengan
jalan menjawab dan menyelesaikan masalah-masalah yang dipertanyakan dalam
epistemologi. Makna pengetahuan dalam epistemologi adalah nilai tahu manusia
tentang sesuatu sehingga ia dapat membedakan antara satu ilmu
dengan ilmu yang lainnya.
Jadi,
Epistemologi dapat didefinisikan sebagai cabang filsafat yang mempelajari asal
mula atau sumber, struktur, metode dan sahnya (validitasnya) pengetahuan. Pada epistemologi
lebih memfokuskan pada permasalahan cara mendapatkan ilmu.
Menurut teori pengetahuan epistemologi
pengetahuan manusia ada tiga macam, yaitu pengetahuan Sains, pengetahuan
Filsafat, dan pengetahuan Mistik. Pengetahuan itu di peroleh manusia melalui
berbagai cara dan dengan menggunakan berbagai alat. Yang terkait dengan
epistemologi antara lain; logika, filsafat bahasa, analisis wacana, dan
matematika.
Objek danTujuan Epistemologi
Sebagai subsistem filsafat, epistemologi atau teori
pengetahuan yang untuk pertama kali digagas oleh Plato ini memiliki objek
tertentu. Objek epistemologi ini menurut Suriasuamantri berupa “segenap proses
yang terlibat dalam usaha kita untuk memperoleh pengetahuan.” Proses untuk
memperoleh pengetahuan inilah yang mejadi sasaran teori pengetahuan dan
sekaligus berfungsi mengantarkan tercapainya tujuan, sebab sasaran itu
merupakan suatu tahap perantara yang harus dilalui dalam mewujudkan tujuan.
Tanpa suatu sasaran, mustahil tujuan bisa terealisir, sebaliknya tanpa suatu
tujuan, maka sasaran menjadi tidak terarah sama sekali.
Jacques Martain mengatakan, “tujuan epistemologi
bukanlah hal yang utama untuk menjawab pertanyaan, apakah saya dapat tahu,
tetapi untuk menemukan syarat-syarat yang memungkinkan saya dapat tahu.”hal ini
menunjukkan, bahwa tujuan epistemologi bukan untuk memperoleh pengetahuan
kendatipun keadaan ini tak bisa dihindari akan tetapi yang menjadi pusat
perhatian dari tujuan epistemologi adalah hal lebih penting dari itu, yaitu
ingin memiliki potensi untuk memperoleh pengetahuan.
Berbagai cara telah dilakukan pada masa Yunani
kuno dalam rangka memperoleh ilmu dan kebenarannya. Mulai dari perenungan,
pengalaman, eksperimen dan sebagainya.semua itu dilakukan hanya untuk mencari
kepuasan terhadap gejala yang tampak. Sehingga pada akhirnya Filsafat berhasil
mebawa peradaban manusia pada kemajuan.
Landasan
Epistemologi
Landasan epistemologi ilmu disebut metode ilmiah, yaitu cara yang dilakukan
ilmu dalam menyusun pengetahuan yang benar. Metode ilmiah merupakan prosedur
dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu. Jadi, ilmu pengetahuan
merupakan pengetahuan yang didapatkan lewat metode ilmiah. Tidak semua
pengetahuan disebut ilmiah, sebab ilmu merupakan pengetahuan yang cara
mendapatkannya harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat yang harus
dipenuhi agar suatu pengetahuan bisa disebut ilmu yakni tercantum dalam metode
ilmiah.
Metode ilmiah berperan dalam tataran transformasi dari wujud pengetahuan
menjadi ilmu pengetahuan. Bisa tidaknya pengetahuan menjadi ilmu
pengetahuan sangat bergantung pada metode ilmiah. Dengan demikian metode
ilmiah selalu disokong oleh dua pilar pengetahuan, yaitu rasio dan fakta secara
integratif.
Pengetahuan
yang diperoleh oleh manusia melalui akal, indera mempunyai metode tersendiri
dalam teori pengetahuan, di antaranya adalah:
1. Metode induktif
Induksi
merupakan suatu metode yang menyimpulkan pernyataan-pernyataan hasil observasi
disimpulkan dalam suatu pernyataan yang lebih umum. Menurut David Hume,
(1711-1716), pernyataan yang berdasarkan observasi tunggal betapa pun besar
jumlahnya, secara logis tak dapat menghasilkan suatu pernyataan umum yang tak
terbatas.
2. Metode Deduktif
Deduksi
merupakan suatu metode yang menyimpulkan
bahwa data empirik diolah lebih lanjut dalam suatu sistem pernyataan yang
runtut. Hal-hal yang harus ada dalam metode deduktif ialah adanya perbandingan
logis antara kesimpulan-kesimpulan itu sendiri.
3. Metode Positivisme
Metode
ini dikeluarkan oleh August Comte, (1798-1857). Metode ini berpangkal dari apa
yang telah diketahui, yang faktual, yang positif. Ia menyampaikan segala uraian
atau persoalan di luar yang ada sebagai fakta.
Menurut
Comte perkembangan pemikiran manusia berlangsung dalam tiga tahap yaitu
teologis, metofisis, dan positif.
4. Metode Kontemplatif
Metode
ini mengatakan adanya keterbatasan indera dan akal manusia untuk memperoleh
pengetahuan sehingga objek yang dihasilkan pun berbeda-beda harusnya dikembangkan
suatu kemampuan akal yang disebut dengan intuisi.
5. Metode Dialektis
Merupakan
metode tanya jawab untuk mencapai kejernihan filsafat. Dalam melakukan
penelitian ilmiah, para ilmuwan berusaha memahami alam dan manusia, termasuk
hubungan antarmanusia secara objektif melalui eksplorasi dan aegumentasi.
Selanjutnya, pengembangan ilmu dilakukan melalui pembentukan teori melalui
penelitian tersebut.
Pengaruh
Epistemologi
Secara global epistemologi berpengaruh terhadap peradaban manusia. Suatu
peradaban sudah tentu dibentuk oleh teori pengetahuannya. Epistemologilah yang
menentukan kemajuan sains dan teknologi. Epistemologi menjadi modal dasar dan
alat strategis dalam merekayasa pegembangan alam menjadi sebuah produk sains
yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Demikian halnya yang terjadi pada
teknologi meskipun teknologi sebagai penerapan sains, tetapi jika dilacak lebih
jauh ternyata teknologi sebagai akibat dari pemanfaatan dan pengembangan
epistemologi.
Dalam epistemologi juga membahas paradigm antara penelitian dalam sains
atau ilmu kealaman dan penelitian dalam ilmu social. Paradigm penelitian
seorang ilmuwan adalah pandangannya tentang penelitian yang memberikan pedoman
bagi ilmuwan tersebut dalam melakukan penelitian-penelitian ilmiahnya. Ada dua paradigm
yang merupakan dua kutub, yaitu paradigm
positivistis atau scientific paradigm
dan paradigm naturalistis.
Pandangan dari scientific paradigm adalah paradigma ilmiah, namun tidak berarti
bahwa paradigma yang lain tidak ilmiah. Para ilmuwan yang memiliki paradigma positivistis, yakni yang melakukan
penelitian bidang ilmu kealaman, memandang realitas sebagai fragmen-fragmen
yang mudah diisolasi dari lingkungannya. Yang diteliti merupakan obyek dari
peneliti, dan tidak ada saling ketergantungan. Di lain pihak, para peneliti
bidang sosial memiliki paradigma naturalisris, karena fenomena yang dikaji
harus bersifat wajar atau alami. Persoalan di masyarakat merupakan multikasual,
sangat kompleks dan selalu ada interelasi antara peneliti dan yang diteliti.
Yang diteliti biasanya disebut subyek penelitian dan bukan obyek penelitian.
Hasil penelitian biasanya dikomunikasikan dan didiskusikan di antara para ilmuwan
yang menekuni bidang yang sama.
6.Aksiologi
Pengertian aksiologi menurut
bahasa berasal dari bahasa yunani "axios" yang berarti bermanfaat dan
“logos” berarti ilmu pengetahuan atau ajaran. Secara istilah, aksiologi adalah
ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakikat nilai yang ditinjau dari sudut
kefilsafatan. Sedangkan Sarwan menyatakan bahwa aksiologi adalah studi tentang
hakikat tertinggi, realitas, dan arti dari nilai-nilai (kebaikan, keindahan,
dan kebenaran). Dengan demikian aksiologi adalah studi tentang hakikat
tertinggi dari nilai-nilai etika dan estetika. Dengan kata lain, apakah yang
baik atau bagus itu.
Definisi lain mengatakan bahwa
aksiologi adalah suatu pendidikan yang menguji dan mengintegrasikan semua nilai
tersebut dalam kehidupan manusia dan menjaganya, membinanya di dalam
kepribadian peserta didik.
Jadi Aksiologi adalah bagian dari
filsafat yang menaruh perhatian tentang baik dan buruk (good and bad), benar
dan salah (right and wrong), serta tentang cara dan tujuan (means and and).
Aksiologi mencoba merumuskan suatu teori yang konsisten untuk perilaku
etis.
Menurut Bramel Aksiologi terbagi tiga bagian :
Menurut Bramel Aksiologi terbagi tiga bagian :
1.
Moral Conduct, yaitu tindakan moral, Bidang
ini melahirkan disiplin khusus yaitu etika.
2.
Estetic expression, yaitu ekspresi keindahan,
bidang ini melahirkan keindahan
3.
Socio-politcal life, yaitu kehidupan social
politik, yangakan melahirkan filsafat social politik.
Dalam Encyslopedia of philosophy
dijelaskan aksiologi disamakan dengan value and valuation :
1.
Nilai digunakan sebagai kata benda abstrak,
Dalam pengertian yang lebih sempit seperti baik, menarik dan bagus. Sedangkan
dalam pengertian yang lebih luas mencakup sebagai tambahan segala bentuk
kewajiban, kebenaran dan kesucian.
2.
Nilai sebagai kata benda konkret. Contohnya
ketika kita berkata sebuah nilai atau nilai-nilai. Ia sering dipakai untuk
merujuk kepada sesuatu yang bernilai, seperti nilainya atau nilai dia.
3.
Nilai juga dipakai sebagai kata kerja dalam
ekspresi menilai, memberi nilai atau dinilai.
Dari definisi aksiologi di atas,
terlihat dengan jelas bahwa permasalahan utama adalah mengenai nilai. Nilai
yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai
pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori tentang nilai yang dalam filsafat
mengacu pada masalah etika dan estetika.
A. Aksiologi Dalam Pendidikan
Penerapan aksiologi sebagai
nilai-nilai dalam dunia pendidikan dapat dikemukakan sebagai berikut:
1.
Aliran filsafat progressivisme
Aliran ini telah memberikan
sumbangan yang besar terhadap dunia pendidikan karena meletakkan dasar-dasar
kemerdekaan, dan kebebasan kepada anak didik. Oleh karena itu, filsafat ini
tidak menyetujui pendidikan yang otoriter. Sebab pendidikan otoriter akan
mematikan potensi pebelajar untuk mengembangkan potensinya.
Sekolah yang ideal adalah sekolah
yang pelaksanaan pendidikannya terintegrasi dengan lingkungannya. Sekolah
adalah bagian dari masyarakat, sehingga harus diupayakan pelestarian
karakteristik lingkungan sekolah atau daerah tempat sekolah itu berada dengan prinsip
learning by doing (belajar dengan berbuat). Tegasnya, sekolah bukan hanya
berfungsi sebagai transfer of knowledge (pemindahan pengetahuan), melainkan
juga sebagai transfer of value (pendidikan nilai-nilai) sehingga anak menjadi
terampil dan berintelektual.
2.
Aliran essensialisme
Aliran ini berpandangan bahwa
pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai budaya yang telah ada sejak awal
peradaban manusia. Kebudayaan yang diwariskan kepada kita telah teruji oleh
seluruh zaman, kondisi, dan sejarah. Kesalahan kebudayaan modern sekarang
menurut aliran ini ialah cenderung menyimpang dari nilai-nilai yang diwariskan
itu.
3.
Aliran perenialisme
Aliran ini berpandangan bahwa
pendidikan sangat dipengaruhi oleh pandangan tokoh-tokoh seperti Plato,
Aristoteles, dan Thomas Aquinas. Menurut Plato manusia secara kodrati memiliki
tiga potensi yaitu nafsu, kemauan, dan pikiran. Pendidikan hendaknya
berorientasi pada potensi itu dan kepada masyarakat, agar kebutuhan yang ada
pada setiap lapisan masyarakat dapat terpenuhi. Sedangkan Aristoteles lebih
menekankan pada dunia kenyataan. Tujuan pendidikan adalah kebahagian untuk
mencapai tujuan itu, maka aspek jasmani, emosi dan intelektual harus
dikembangkan secara seimbang.
4.
Aliran rekonstruksionisme
Aliran ingin merombak kebudayaan
lama dan membangun kebudayaan baru melalui lembaga dan proses pendidikan.
Perubahan ini dapat terwujud bila melalui usaha kerja sama semua umat manusia
atau bangsa-bangsa. Masa depan umat manusia adalah suatu dunia yang diatur dan
diperintah oleh rakyat secara demokratis, bukan dunia yang dikuasai oleh suatu
golongan. Cita-cita demokrasi yang sebenarnya bukan hanya dalam teori melainkan
harus menjadi kenyataan, dan terlaksana dalam praktik. Hanya dengan demikian
dapat pula diwujudkan satu dunia yang dengan potensi-potensi teknologi mampu
meningkatkan kesehatan, kesejahteraan, kemakmuran, keamanan, dan jaminan hukum
bagi masyarakat, tanpa membedakan warna kulit, nasionalitas, kepercayaan, dan
agama.
Aksiologi : Nilai
Kegunaan Ilmu
Dalam aksiologi, hal yang paling
dipermasalahkan ialah nilai. Disini nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang
dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang
dinilai. Selanjutnya, aksiologi dijelaskan sebagai kegunaan ilmu pengetahuan
bagi kehidupan manusia. Teori tentang nilai dalam filsafat dibagi menjadi
permasalahan etika dan estetika.
Etika dimaknai sebagai suatu
kumpulan pengetahuan mengenai penilaian terhadap perbuatan-perbuatan manusia.
Etika menilai perbuatan manusia yang berkaitan erat dengan norma-norma
kesusilaan manusia atau diartikan untuk mempelajari tingkah laku manusia
ditinjau dari segi baik dan tidak baik didalam suatu kondisi yang normatif,
yaitu suatu kondisi yang melibatkan norma-norma. Sedangkan estetika berkaitan
dengan nilai tentang pengalaman keindahan yang dimiliki oleh manusia terhadap
lingkungan dan fenomena di sekelilingnya. Dalam filsafat estetika dapat dilihat
pada sudut indah dan jeleknya.
Nilai subjektif dapat bersifat
subjektif dan objektif. Nilai dapat bersifat subjektif jika selalu
memperhatikan berbagai pandangan yang dimiliki akal budi manusia, seperti
perasaan, intelektualitas. Hasil nilai subjektif selalu akan mengarah kepada
suka atau tidak suka, senang atau tidak senang. Misalnya, seorang melihat
matahari yang sedang terbenam disore hari. Akibat yang dimunculkannya adalah
menimbulkan rasa senang karena melihat betapa indahnya matahari terbenam itu.
Ini merupakan nilai yang subjektif dari seseorang dengan orang lain memiliki
kualitas yang berbeda. Sedangkan Nilai objektif muncul karena adanya pandangan
dalam filsafat tentang objektivisme. Objektivisme ini didasarkan suatu gagasan
berada pada objeknya, sesuatu yang memiliki kadar secara realitas benar-benar
ada. Misalnya, kebenaran tidak tergantung pada pendapat individu, melainkan
pada objektivitas fakta.
science dan Moral
Kenyataan yang tidak dapat
dipungkiri bahwa peradaban manusia sangat tergantung pada science dan
teknologi. Berkat adanya kemajuan pesat dalam bidang tersebut, segala kebutuhan
manusia dapat terpenuhi dengan baik. Dewasa ini, science sudah masuk pada aspek
reproduksi dan penciptaan manusia itu sendiri sehingga hal ini mungkin dapat
mengubah hakikat manusia itu sendiri. Hal inipun memunculkan pertanyaan dari
beberapa pihak tentang kenyataan seharusnya. Dan untuk menjawab hal ini para
ilmuwan/scientist berpaling pada hakikat moral.
Pada dasarnya perkembangan ilmu
tidak terlepas dari berbagai masalah moral. Ketika seorang ahli Copernicus
mengajukan teorinya tentang kesemestaan alam yang menerangkan bahwa “bumi yang
berputar mengelilingi matahari” hal ini bertentangan dengan apa yang diajarkan
oleh agama, maka timbullah interaksi antara ilmu dan moral yang bersumber pada
ajaran agama. Galileo Galilei pun juga berpendapat demikian. Hal ini menyebabkan
pengadilan agama memaksa ahli tersebut untuk mencabut pernyataannya ataupun
mendapat hukuman mati.
Oleh karena itu, para ilmuwan
berusaha berjuang untuk menegakkan ilmu atau mengembangkannya sebagaimana
kenyataannya. Setelah hampir berjuang selama 250 tahun akhirnya para ilmuwan
mendapat kebebasan untuk mengembangkan ilmu dengan melakukan penelitian dalam
mempelajari alam sebagaimana adanya.
Dengan adanya kebebasan untuk
mengembangkan ilmu secara luas, muncullah konsep – konsep ilmiah yang cenderung
abstrak sehingga berubah menjadi bentuk konkret yang berupa teknologi. Teknolgi
disini ialah penerapan ilmu untuk memecahkan masalah. Teknologi bukan
hanya untuk mempelajari dan memahami berbagai faktor yang berkaitan
dengan masalah-masalah manusia, tetapi juga untuk mengontrol dan
mengarahkannya. Hal ini merupakan akhir dari ketersinggungan ilmu dengan moral.
Pada tahap selanjutnya, ilmu
kembali dikaitkan dengan masalah moral yang berbeda. Yaitu berkaitan dengan
penggunaan pengetahuan ilmiah. Maksudnya terdapat beberapa penggunaan teknologi
yang cenderung merusak kehidupan manusia itu sendiri. Dalam menghadapi masalah
ini, para ilmuwan terbagi menjadi dua pandangan. Pandangan pertama membagi
science yang bersifat netral dan terbebas dari berbagai masalah yang dihadapi
pengguna. Sedangkan pandangan yang kedua menjelaskan bahwa netralitas science
tergantung proses penemuan science saja dan tidak pada penggunaannya. Namun
pada pemilihan objek penelitian, kegiatan penelitian tergantung pada asas –
asas moral.
Kelompok ini mendasarkan pandangannya
pada beberapa hal, yakni:
1.
science secara faktual telah digunakan oleh
manusia yang dibuktikan dengan adanya dua perang dunia yang menggunakan
teknologi keilmuwan.
2.
science telah berkembang dengan pesat dan para
ilmuwan lebih mengetahui akibat-akibat yang mungkin terjadi serta
pemecahan-pemecahannya, bila terjadi penyalagunaan.
Berbicara masalah science dan
moral memang sudah umum, keduanya saling berkaitan. science bisa menjadi
malapetaka kemanusiaan jika seseorang yang memanfaatkannya tidak bermoral atau
paling tidak mengindahkan nilai-nilai moral yang ada. Tapi sebaliknya science
akan menjadi rahmat bagi kehidupan manusia jika dimanfaatkan secara benar dan
tepat, tentunya tetap mengindahkan aspek moral. Dengan demikian kekuasaan
science ini mengharuskan seseorang ilmuan yang memiliki landasan moral yang
kuat, ia harus tetap memegang idiologi dalam mengembangkan dan memanfaatkan
keilmuannya. Tanpa landasan dan pemahaman terhadap nilai-nilai moral, maka
seorang ilmuwan bisa menjadi bencana yang setiap saat bisa membahayakan
manusianitu sendiri, artinya bencanam dapat membayangi kehidupannya.
B.
Tanggung Jawab
Sosial Keilmuwan
science merupakan hasil karya
ilmuwan yang dikomunikasikan dan dikaji secara terbuka oleh masyarakat. Jika
hasil karyanya itu memenuhi syarat – syarat keilmuwan maka pasti akan diterima
dan disunakan oleh masyarakat. Oleh karena itu, ilmuwan memiliki tanggung jawab
sosial yang besar. Tanggung jawab sosial seorang ilmuwan adalah memberikan
perspektif yang benar: untung dan rugi, baik dan buruknya, sehingga
penyelesaian yang objektif dapat dimungkinkan. Hal ini dikarenakan dia
mempunyai fungsi tertentu dalam kelangsungan hidup manusia. Ilmuwan juga
meniliki fungsi untuk ikut bertanggung jawab agar produk keilmuwan sampai dan
dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Sikap sosial seorang ilmuan adalah
konsisten dengan proses penelaahan keilmuan yang dilakukan. Ilmuwan juga harus
berusaha mempengaruhi opini masyarakat berdasarkan pemikirannya. Ilmuwan juga
mempunyai cara berpilir yang berbeda dari masyarakat awam. Masyarakat awam
biasanya terpukau oleh jalan pikiran yang cerdas. Kelebihan seorang ilmuwan
juga nampak dalam cara berpikir yang cermat dan teratur yang menyebabkan dia
mempunyai tanggung jawab sosial.
Tanggung jawab sosial seorang
ilmuwan adalah memberikan perspektif yang benar: untung dan rugi, baik dan
buruknya, sehingga penyelesaian yang objektif dapat dimungkinkan. Dibidang
etika tanggungjawab sosial seseorang ilmuwan bukan lagi memberi informasi namun
memberi contoh.Seorang ilmuwan juga harus bersifat obyektif, terbuka, menerima
kritik dan pendapat orang lain, kukuh dalam pendiriannya, dan berani mengakui
kesalahannya. Seorang ilmuwan secara moral tidak akan membiarkan hasil
penelitian atau penemuannya dipergunakan untuk menindas bangsa lain meskipun
yang mempergunakan bangsanya sendiri.
C.
Nuklir dan Pilihan
Moral
Seorang ilmuwan
secara moral tidak akan membiarkan hasil penemuannya dipergunakan untuk
menindas bangsa lain. Para ilmuwan bersifat netral pada hal kemanusiaan. Mereka
tegak dan bersuara sekiranya kemanusiaan memerlukan mereka. Suara para ilmuwan
bersifat universal untuk mengatasi golongan, ras, sistem kekuasaan, agama, dan
rintangan lainnya yang bersifat sosial. Salah satu musuh manusia adalah
peperangan yang akan menyebabkan kehancuran, pembunuhan, kesengsaraan,
peperangan merupakan fakta dari sejarah. Tugas para ilmuwan ialah untuk
mengecilkan atau menghilangkan terjadi peperangan walaupun hal ini sangat
mustahil. Tetapi, seorang ilmuwan Einstein tak jemu menyerukan agar manusia
menghentikan peperangan.
Pengetahuan
merupakan kekuasaan, kekuasaan yang dapat dipakai untuk kemaslahatan
kemanusiaan, atau sebaliknya disalahgunakan. Seorang ilmuwan tidak boleh
menyembunyikan hasil penemuan – penemuannya dalam bentuk apapun dari masyarakat
luas serta apapun juga yang akan menjadi konsekuensinya. Seorang ilmuwan yang
berlandaskan moral akan memilih untuk membuktikan bahwa generasi muda kita
berkesadaran tinggi atau membuktikan bahwa hasil pembangunan itu efektif maka
dalam penemuannya dia bersifat netral dan membebaskan diri dari semua
keterikatannya yang membelenggu dia secara sadar atau tidak. Kenetralan dalam
ilmu menjadikannya bersifat universal. science mengabdi kemanusiaan dengan
ilmiah. Kemanusiaan seorang ilmuwan tidak terlepas oleh ruang bahkan waktu.
Penemuan yang kurang relevan dan tidak gunanya hari ini akan menjadi batu
loncatan menuju masa depan.
D.
Revolusi Genetika
science dalam
persfektif sejarah kemanusiaan mempunyai puncak kecemerlangan masing- masing,
namun seperti kotak Pandora yang terbuka kecemerlangan itu membawa malapetaka.
Dengan penelitian genetika, kita tak lagi menelaah organ – organ manusia dalam
upaya untuk menciptakan teknologi kemudahan, melainkan manusia sendiri sekarang
menjadi objek penelaahan yang akan menghasilkan bukan lagi teknologi yang
memberikan kemudahan, melainkan teknologi yang akan merubah manusia itu
sendiri.
Rekayasa yang
cenderung menimbulkan gejala anti kemanusiaan (dehumanisme) dan mengubah
hakikat kemanusiaan. Hal ini menyebabkan kekhawatiran disekitar batas dan
wewenag pengembangan science, disamping tanggung jawab dan moral ilmwuan. Jika
ilmuwan melakukan telaahan terhadap organ tubuh manusia, seperti jantung
dan ginjal barangkali hal itu tidak menjadi masalah terutama jika kajian itu
bermuara pada penciptaan teknologi yang dapat merawat atau membantu fungsi- fungsi
organ tubuh manusia. Tapi jika sains mencoba mengkaji hakikat manusia dan
cenderung mengubah proses penciptaan manusia. Seperti kasus dalam kloning, bayi
tabung sehingga hal inilah yang menimbulkan pertanyaan disekitar batas dan
wewenang penjelajahan ilmu.
7.Sarana
Berpikir Ilmiah
Sarana
berpikir ilmiah merupakan alat untuk membantu kegiatan ilmiah melalui berbagai
langkah. Menurut Salam, berpikir ilmiah adalah proses atau aktivitas manusia
untuk menemukan ilmu. Menurut suriasumantri berpikir ilmiah adalah kegiatan
akal untuk memperoleh pengetahuan yang
benar. Berpikir ilmiah adalah kegiatan akal yang menggabungkan induksi dan
deduksi. Menurut Kartono. Berpikir
ilmiah, yaitu berpikir dalam hubungan yang luas dengan pengertian yang lebih
komplek disertai pembuktian-pembuktian. Menurut Eman Sulaeman. Berfikir ilmiah
merupakan proses berfikir/pengembangan pikiran yang tersusun secara sistematis
yang berdasarkan pengetahuan-pengetahuan ilmiah yang sudah ada.
Dengan
demikian sarana berpikir ilmiah adalah perangkat atau alat yang secara langsung
digunakan untuk memperoleh pengetahuan secara ilmiah disertai dengan
pembuktian-pembuktian.
Berfikir
merupakan ciri utama bagi manusia. Berfikir disebut juga sebagai proses
bekerjanya akal. Secara garis besar berfikir dapat dibedakan antara berfikir
alamiah dan berfikir ilmiah. Berfikir alamiah adalah pola penalaran yang
berdasarkan kehidupan sehari-hari dari pengaruh alam sekelilingnya. Berfikir
ilmiah adalah pola penalaran berdasarkan sarana tertentu secara teratur dan cermat.
Harus disadari bahwa tiap orang mempunyai kebutuhan untuk berpikir serta
menggunakan akalnya semaksimal mungkin
Seseorang yang tidak berpikir berada sangat jauh dari kebenaran dan menjalani sebuah kehidupan yang penuh kepalsuan dan kesesatan. Akibatnya ia tidak akan mengetahui tujuan penciptaan alam, dan arti keberadaan dirinya di dunia. Banyak yang beranggapan bahwa untuk “berpikir secara mendalam”, seseorang perlu memegang kepala dengan kedua telapak tangannya, dan menyendiri di sebuah ruangan yang sunyi, jauh dari keramaian dan segala urusan yang ada. Sungguh, mereka telah menganggap “berpikir secara mendalam” sebagai sesuatu yang memberatkan dan menyusahkan. Mereka berkesimpulan bahwa pekerjaan ini hanyalah untuk kalangan “filosof”. Bagi seorang ilmuan penguasaan sarana berfikir ilmiah merupakan suatu keharusan, karena tanpa adanya penguasaan sarana ilmiah, maka tidak akan dapat melaksanakan kegiatan ilmiah dengan baik. Sarana ilmiah pada dasarnya merupakan alat untuk membantu kegiatan ilmiah dengan berbagai langkah yang harus ditempuh.
Seseorang yang tidak berpikir berada sangat jauh dari kebenaran dan menjalani sebuah kehidupan yang penuh kepalsuan dan kesesatan. Akibatnya ia tidak akan mengetahui tujuan penciptaan alam, dan arti keberadaan dirinya di dunia. Banyak yang beranggapan bahwa untuk “berpikir secara mendalam”, seseorang perlu memegang kepala dengan kedua telapak tangannya, dan menyendiri di sebuah ruangan yang sunyi, jauh dari keramaian dan segala urusan yang ada. Sungguh, mereka telah menganggap “berpikir secara mendalam” sebagai sesuatu yang memberatkan dan menyusahkan. Mereka berkesimpulan bahwa pekerjaan ini hanyalah untuk kalangan “filosof”. Bagi seorang ilmuan penguasaan sarana berfikir ilmiah merupakan suatu keharusan, karena tanpa adanya penguasaan sarana ilmiah, maka tidak akan dapat melaksanakan kegiatan ilmiah dengan baik. Sarana ilmiah pada dasarnya merupakan alat untuk membantu kegiatan ilmiah dengan berbagai langkah yang harus ditempuh.
Sarana
berpikir ilmiah pada dasarnya ada tiga, yaitu : bahasa ilmiah, logika dan
matematika, logika dan statistika. Bahasa ilmiah berfungsi sebagai alat
komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran seluruh proses berfikir ilmiah.
Logika dan matematika mempunyai peranan penting dalam berfikir deduktif
sehingga mudah diikuti dan mudah dilacak kembali kebenarannya. Sedang logika
dan statistika mempunyai peranan penting dalam berpikir induktif dan mencari
konsep-konsep yang berlaku umum
Fungsi
berfikir ilmiah , sebagai alat bantu untuk mencapai tujuan dalam kaitan
kegiatan ilmiah secara keseluruhan. Dalam hal ini berpikir ilmiah merupakan
alat bagi cabang-cabang ilmu untuk mengembangkan materi pengetahuaannya
berdasarkan metode ilmiah.
Selain
berpikir ilmiah, terdapat dua contoh lain dimana sebuah kegiatan berfikir tidak
dapat disebut sebagai penalaran. Keduanya adalah berfikir dengan intuisi
dan berfikir berdasarkan wahyu. Intuisi adalah kegiatan berfikir
manusia, yang melibatkan pengalaman langsung dalam mendapatkan suatu
pengetahuan. Namun, intuisi tidak memiliki pola fikir tertentu, sehingga ia
tidak dapat dikategorikan sebagai kegiatan penalaran. Sebagai misal,
seorang Ayah merasa tidak tenang dengan kondisi anaknya yang sedang menuntut
ilmu di luar kota. Tetapi ketika ditanyakan apa sebab yang menjadi dasar
ketidaktenangan dirinya, sang Ayah tidak dapat menyebutkannya dan hanya
beralasan bahwa perasaannya menyatakan ada yang tidak beres dengan si anak yang
ada di luar kota. Setelah menyusul ke tempat anaknya, ternyata si anak sedang
sakit parah. Meskipun proses berfikir sang Ayah mendapatkan kebenaran, tetapi
tidak bisa disebut berfikir ilmiah, karena tidak memenuhi suatu logika
tertentu dan terlebih lagi tidak terdapat proses analitis terdapat peristiwa
ini.
Uraian
mengenai hakikat berfikir ilmiah atau kegiatan penalaran memperlihatkan
bahwa pada dasarnya, kegiatan berfikir adalah proses dasar dari pengetahuan
manusia. kita membedakan antara pengetahuan yang ilmiah dan pengetahuan
non-ilmiah. Hanya saja, pemahaman kita tentang berfikir ilmiah belum dapat
disebut benar. Perbedaan berfikir ilmiah dari berfikir non-ilmiah memiliki
perbedaan dalam dua faktor mendasar yaitu:
- Sumber pengetahuan
Berfikir ilmiah
menyandarkan sumber pengetahuan pada rasio dan pengalaman manusia, sedangkan
berfikir non-ilmiah (intuisi dan wahyu) mendasarkan sumber pengetahuan
pada perasaan manusia.
- Ukuran kebenaran
Berfikir ilmiah
mendasarkan ukuran kebenarannya pada logis dan analitisnya suatu pengetahuan,
sedangkan berfikir non-ilmiah (intuisi dan wahyu) mendasarkan kebenaran suatu
pengetahuan pada keyakinan semata.
PERAN BAHASA DALAM SARANA BERPIKIR ILMIAH
Bahasa
merupakan alat komunikasi verbal yang dipakai dalam seluruh proses berpikir
ilmiah. Definisi bahasa menurut Suriasumantri menyebut bahasa sebagai
serangkaian bunyi dan lambang yang membentuk makna. Sedangkan dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia, diterangkan bahwa bahasa ialah sistem lambang bunyi yang
arbitrer yang dipergunakan oleh para anggota suatu masyarakat untuk bekerja
sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri. Jadi bahasa menekankan
pada bunyi, lambang, sistematika, komunikasi.
Kelemahan
bahasa dalam menghambat komunikasi ilmiah yaitu :
Bahasa mempunyai multifungsi (ekspresif, konatif, representasional, informatif, deskriptif, simbolik, emotif, afektif) yang dalam praktiknya sukar untuk dipisah-pisahkan. Akibatnya, ilmuwan sukar untuk membuang faktor emotif dan afektifnya ketika mengomunikasikan pengetahuan informatifnya.
Bahasa mempunyai multifungsi (ekspresif, konatif, representasional, informatif, deskriptif, simbolik, emotif, afektif) yang dalam praktiknya sukar untuk dipisah-pisahkan. Akibatnya, ilmuwan sukar untuk membuang faktor emotif dan afektifnya ketika mengomunikasikan pengetahuan informatifnya.
Keunikan
manusia bukanlah terletak pada kemampuannya berfikir melainkan terletak pada
kemampuannya berbahasa. Oleh karena itu, Ernest menyebut manusia sebagai Animal
Symbolycum, yaitu makhluk yang mempergunakan symbol. Bahasa Sebagai sarana
komunikasi maka segala yang berkaitan dengan komunikasi tidak terlepas
dari bahasa, seperti berfikir sistematis dalam menggapai ilmu dan pengetahuan.
Dengan kata lain, tanpa mempunyai kemampuan berbahasa, seseorang tidak dapat
melakukan kegiatan berfikir sebagai secara sistematis dan teratur. Dengan
kemampuan kebahasaan akan terbentang luas cakrawala berfikir seseorang dan
tiada batas dunia. Yang dimaksud bahasa disini ialah bahasa ilmiah yang
merupakan sarana komunikasi ilmiah yang ditujukan untuk menyampaikan informasi
yang berupa pengetahuan, syarat-syarat bebas dari unsur emotif, reproduktif,
obyektif dan eksplisit. Peran bahasa disini adalah sebagai alat komunikasi
untuk menyampaikan jalan pikiran seluruh proses berpikir ilmiah dan sebagai
sarana komunikasi antar manusia tanpa bahasa tiada komunikasi.
Adapun ciri-ciri
bahasa ilmiah yaitu:
- Informatif yang berarti bahwa bahasa ilmiah mengungkapan informasi atau pengetahuan. Informasi atau pengetahuan ini dinyatakan secara eksplisit dan jelas untuk menghindari kesalah pahaman Informasi.
- Reproduktif adalah bahwa pembicara atau penulis menyampaikan informasi yang sama dengan informasi yang diterima oleh pendengar atau pembacanya.
- Intersubjektif, yaitu ungkapan-ungkapan yang dipakai mengandung makna-makna yang sama bagi para pemakainya
- Antiseptik berarti bahwa bahasa ilmiah itu objektif dan tidak memuat unsur emotif, kendatipun pada kenyataannya unsur emotif ini sulit dilepaskan dari unsur informatif.
Bahasa
ilmiah berfungsi sebagai alat komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran
seluruh proses berpikir ilmiah. Yang dimaksud bahasa disini ialah bahasa ilmiah
yang merupakan sarana komunikasi ilmiah yang ditujukan untuk menyampaikan
informasi yang berupa pengetahuan dengan syarat-syarat: Bebas dari unsur
emotif, Reproduktif, Obyektif, Eksplisit.
Bahasa pada hakikatnya
mempunyai dua fungsi utama yakni,
- Sebagai sarana komunikasi antar manusia.
- Sebagai sarana budaya yang mempersatukan kelompok manusia yang mempergunakan bahasa tersebut.
Bahasa adalah
unsur yang berpadu dengan unsur-unsur lain di dalam jaringan kebudayaan. Pada
waktu yang sama bahasa merupakan sarana pengungkapan nilai-nilai budaya,
pikiran, dan nilai-nilai kehidupan kemasyarakatan. Oleh karena itu,
kebijaksanaan nasional yang tegas di dalam bidang kebahasaan harus merupakan
bagian yang integral dari kebijaksanaan nasional yang tegas di dalam
bidang kebudayaan. Perkembangan kebudayaan Indonesia ke arah peradaban modern
sejalan dengan kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
menuntut adanya perkembangan cara berpikir yang ditandai oleh kecermatan,
ketepatan, dan kesanggupan menyatakan isi pikiran secara eksplisit.
Kneller mengemukakan 3
fungsi bahasa yaitu:
- Simbolik menonjol dalam komunikasi ilmiah.
- Emotif menonjol dalam komunikasi estetik.
- Afektif (George F. Kneller dalam jujun, 1990, 175).
Komunikasi
dengan mempergunakan bahasa akan mengandung unsur simbolik dan emotif, artinya,
kalau kita berbicara maka pada hakikatnya informasi yang kita sampaikan
mengandung unsur-unsur emotif, demikian juga kalau kita menyampaikan perasaan
maka ekspresi itu mengandung unsur-unsur informatife. Menurut Jujun S.
Suriasumantri, dalam komunikasi ilmiah proses komunikasi itu harus terbebas
dari unsur emotif, agar pesan itu reproduktif, artinya identik dengan pesan
yang dikirimkan.
Menurut Halliday
sebagaimana yang dikutip oleh Thaimah bahwa fungsi bahasa adalah sebagai
berikut:
- Instrumental yaitu: penggunaan bahasa untuk mencapai suatu hal yang bersifat materi seperti makan, minum, dan sebagainya.
- Fungsi Regulatoris yaitu: penggunaan bahasa untuk memerintah dan perbaikan tingkah laku.
- Fungsi Interaksional yaitu: penggunaan bahasa untuk saling mencurahkan perasaan pemikiran antara seseorang dan orang lain.
- Fungsi Personal yaitu: seseorang menggunakan bahasa untuk mencurahkan perasaan dan pikiran.
- Fungsi Heuristik yaitu : penggunaan bahasa untuk mengungkap tabir fenomena dan keinginan untuk mempelajarinya.
- Fungsi Imajinatif yaitu: penggunaan bahasa untuk mengungkapkan imajinasi seseorang dan gambaran-gambaran tentang discovery seseorang dan tidak sesuai dengan realita (dunia nyata).
- Fungsi Representasional yaitu: penggunaan bahasa untuk menggambarkan pemikiran dan wawasan.
- Untuk menelaah bahasa ilmiah perlu dijelaskan tentang pengolongan bahasa.
Ada dua pengolongan
bahasa yang umumnya dibedakan yaitu :
- Bahasa alamiah yaitu bahasa sehari-hari yang digunakan untuk menyatakan sesuatu, yang tumbuh atas pengaruh alam sekelilingnya. Bahasa alamiah dibagi menjadi dua yaitu: bahasa isyarat dan bahasa biasa.
- Bahasa buatan adalah bahasa yang disusun sedemikian rupa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan akar pikiran untuk maksud tertentu. Bahasa buatan dibedakan menjadi dua bagian yaitu: bahasa istilah dan bahasa antifisial atau bahasa simbolik.
Perbedaan bahasa alamiah
dan bahasa buatan adalah sebagai berikut:
- Bahasa alamiah antara kata dan makna merupakan satu kesatuan utuh, atas dasar kebiasaan sehari-hari, karena bahasanya secara spontan, bersifat kebiasaan, intuitif (bisikan hati) dan pernyataan langsung.
- Bahasa buatan antara istilah dan konsep merupakan satu kesatuan bersifat relatif, atas dasar pemikiran akal karena bahasanya berdasarkan pemikiran, sekehendak hati, diskursif (logika, luas arti) dan pernyataan tidak langsung.
PERAN MATEMATIKA DALAM BERPIKIR ILMIAH
Untuk
melakukan kegiatan ilmiah secara lebih baik diperlukan sarana berfikir salah
satunya adalah Matematika. Sarana tersebut memungkinkan dilakukannya penelahaan
ilmiah secara teratur dan cermat. Penguasaan secara berfikir ini ada dasarnya
merupakan alat yang membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang harus
ditempuh. Matematika adalah bahasa yang melambaikan serangkaian makna
dari pernyataan yang ingin kita sampaikan. Lambang-lambang matematika bersifat
artificial yang baru mempunyai arti setelah sebuah makna diberikan kepadanya.
Tanpa itu maka matematika hanya merupakan kumpulan rumus-rumus yang mati.
Bahasa verbal
mempunyai beberapa kekurangan yang sangat mengganggu. Untuk mengatasi
kekurangan kita berpaling kepada matematika. Matematika adalah bahasa yang
berusaha menghilangkan sifat kabur, majemuk dan emosional dari bahasa verbal.
Umpamanya: kita sedang mempelajari kecepatan jalan kaki seorang anak maka objek
kecepatan jalan kaki seorang anak dilambangkan x, dalam hal ini maka x hanya mempunyai
arti yang jelas yakni kecepatan jalan kaki seorang anak. Demikian juga bila
kita hubungkan kecepatan jalan kaki seorang ana dengan obyek lain
misalnya: jarak yang ditempuh seorang anak”yang kita lambangkan dengan y, maka
kita lambangkan hubungan tersebut dengan z = y / x dimana z melambangkan “waktu
berjalan kaki seorang anak”. Pernyataan z = y / x tidak mempunyai konotasi
emosional, selain itu bersifat jelas dan spesifik.
Matematika
memiliki struktur dengan keterkaitan yang kuat dan jelas satu dengan lainnya
serta berpola pikir yang bersifat deduktif dan konsisten. Matematika merupakan
alat yang dapat memperjelas dan menyederhanakan suatu keadaan atau situasi
melalui abstraksi, idealisasi, atau generalisasi untuk suatu studi ataupun
pemecahan masalah. Pentingnya matematika tidak lepas dari perannya dalam segala
jenis dimensi kehidupan. Mengkomunikasikan gagasan dengan bahasa matematika
justru lebih praktis, sistematis, dan efisien. Begitu pentingnya matematika
sehingga bahasa matematika merupakan bagian dari bahasa yang digunakan dalam
masyarakat. Hal tersebut menunjukkan pentingnya peran dan fungsi matematika,
terutama sebagai sarana untuk memecahkan masalah baik pada matematika maupun
dalam bidang.
Peranan
Matematika sebagai sarana berfikir ilmiah dapat menggunakan alat-alat yang
mempunyai kemampuan sebagai berikut:
- Menggunakan algoritma.
- Melakukan manupulasi secara matematika.
- Mengorganisasikan data.
- Memanfaatkan symbol, table dan grafik.
- Mengenal dan menenukan pola.
- Menarik kesimpulan.
- Membuat kalimat atau model matematika.
- Membuat interpretasi bangun geometri.
- Memahami pengukuran dan satuanya.
- Menggunakan alat hitung dan alat bantu lainya dalam matematika, seperti tabel matematika, kalkulator, dan komputer.
Adapun kelebihan dan
kekurangan matematika:
- Kelebihan matematika adalah: tidak memiliki unsur emotif dan bahasa matematika sangat universal.
- Kelemahan dari matematika adalah bahwa matematika tidak mengandung bahasa emosional (tidak mengandung estetika) artinya bahwa matematika penuh dengan simbol yang bersifat artifersial dan berlaku dimana saja.
PERAN STATISKA DALAM BERPIKIR ILMIAH
Statistika
mempunyai peranan penting dalam berpikir induktif. Konsep statistika sering
dikaitkan dengan distribusi variabel yang ditelaah dalam suatu populasi tertentu.
Statistika memberikan cara untuk dapat menarik kesimpulan yang bersifat umum
dengan jalan mengamati hanya sebagian dari populasi yang bersangkutan.
Statistika mampu memberikan secara kuantitatif tingkat ketelitian dari
kesimpulan yang ditarik tersebut, yang pada dasarnya didasarkan pada asas yang
sangat sederhana, yakni makin besar contoh yang diambil maka makin tinggi
tingkat ketelitian tersebut dan sebaliknya
- Menurut Anas Sudiono dalam bakhtiar secara etimologi kata statistik berasal dari kata status (bahasa latin) yang mempunyai persamaan arti dengan state (bahasa Inggris) yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan negara. Pada mulanya kata statistik diartikan sebagai kumpulan bahan keterangan (data), baik yang berwujud angka (data kuantitatif) maupun yang tidak berwujud angka (data kualitatif), yang mempunyai arti penting dan kegunaan bagi suatu negara. Namun pada perkembangan selanjutnya, arti kata statistik hanya dibatasi dengan kumpulan bahan keterangan yang berwujud angka data kuantitatif saja.
- Sedangkan menurut Sudjana Statistika adalah pengetahuan yang berhubungan dengan cara-cara pengumpulan data, pengelolaan atau penganalisiannya dan penarikan kesimpulan berdasarkan kumpulan data dan penganalisisan yang dilakukan.
Jadi
statistika merupakan sekumpulan metode dalam memperoleh
pengetahuan untuk mengelolah dan menganalisis data dalam mengambil
suatu kesimpulan kegiatan ilmiah. Untuk dapat mengambil suatu keputusan dalam
kegiatan ilmiah diperlukan data-data, metode penelitian serta penganalisaan
harus akurat. Statistika diterapkan secara luas dan hampir semua pengambilan
keputusan dalam bidang manajemen. Peranan statiska diterapkan dalam
penelitian pasar, produksi, kebijaksanaan penanaman modal, kontrol kualitas,
seleksi pegawai, kerangka percobaan industri, ramalan ekonomi, auditing,
pemilihan resiko dalam pemberian kredit dan lain sebagainya.
Peranan Statistika
dalam tahap-tahap metode keilmuan:
- Alat untuk menghitung besarnya anggota sampel yang akan diambil dari populas.
- Alat untuk menguji validitas dan reliabilitas instrumen..
- Teknik untuk menyajikan data-data, sehingga data lebih komunikatif.
- Alat untuk analisis data seperti menguji hipotesis penelitian yang diajukan.
Adapun
hubungan statiska antara Sarana berfikir Ilmiah Bahasa, Matematika dan
Statistika, yaitu sebagaimana yang kita bahas sebelumnya, agar dapat melakukan
kegiatan berpikir ilmiah dengan baik, diperlukan sarana bahasa, matematika dan
statistika. Bahasa merupakan alat komunikasi verbal yang dipakai dalam kegiatan
berpikir ilmiah, dimana bahasa menjadi alat komunikasi untuk menyampaikan jalan
pikiran tersebut kepada orang lain. Dan ditinjau dari pola berpikirnya, maka
ilmu merupakan gabungan antara berpikir deduktif dan berpikir induktif.
Matematika mempunyai peranan yang penting dalam berpikir deduktif, sedangkan
statistika mempunyai peranan penting dalam berpikir induktif. Penalaran
induktif dimulai dengan mengemukakan pernyataan yang memiliki ruang lingkup
yang khas dan terbatas untuk menyusun argumentasi yang diakhiri dengan
pernyataan yang bersifat umum. Sedangkan deduktif, merupakan cara berpikir
dimana dari pernyataan yang bersifat umum ditarik kesimpulan yang bersifat
khusus, dengan memakai pola berpikir silogismus.
PERAN LOGIKA DALAM
BERPIKIR ILMIAH
Logika adalah
sarana untuk berpikir sistematis, valid dan dapat dipertanggungjawabkan.
Berpikir logis adalah berpikir sesuai dengan aturan-aturan berpikir, sebagai
contoh, setengah lingkaran tidak boleh lebih besar dari satu lingkaran penuh.
1, Aturan Cara
Berpikir yang Benar
Untuk berpikir baik,
yakni berpikir logis-dialektis, dibutuhkan kondisi-kondisi tertentu (Poesprojo,
1999:61)[1],
diantaranya :
a.Mencintai Kebenaran
Mencintai
kebenaran diwujudkan dengan sikap rajin
dan jujur, yaitu selalu siap sedia
menerima kebenaran meskipun berlawanan dengan prasangka dan
keinginan/kecendrungan pribadi dan golongan. Kewajiban mencari kebenaran adalah
tuntutan instrinsik manusia untuk merealisasaikan manusia menurut tuntuhan
keluhuran keinsaniannya. Oleh karena itu hak mencari kebenaran mencakup juga
kewajiban patuh kepada kebenaran-kebenaran yang ditemukan oleh orang lain.
b.Mengetahui dengan
sadar yang sedang dikerjakan
Kegiatan yang
sedang dikerjakan adalah kegiatan berpikir. Seluruh aktivitas intelektusl
manusia adalah suatu usaha terus menerus menemukan kebenaran yang diselingi
dengan diperolehnya pengetahuan tentang kebenaran yang bersifat parsial. Untuk
mencapai kebenaran, manusia harus melalui berbagai macam langkah dan kegiatan.
Penting bagi kita untuk mengetahui dengan benar agar dapat melaksanakan dengan
tepat dan seksama.
c.Mengetahui dengan
sadar yang sedang dikatakan
Pikiran
diungkapkan dalam kata-kata. Kecermatan pikiran diungkapkan dalam kecermatan
kata-kata. Oleh karena itu kecermatan ungkapan pikiran dengan kata sangat
penting. Manusia perlu mengetahui dengan
seksama mengenai isi, lungkungan, arti fungsional dan istilah yang digunakan,
karena istilah merupakan unsur konstitutif penalaran. Perhatikan term-term ekuivokal ( bentuk sama, arti
berbeda), analogis (bentuk sama tetapi arti sebagian sama sebagian berbeda),
identifikasi dan lokalisasi arti tambahan (konotasi).
d.Membuat destingsi
(pembedaan) dan klasifikasi yang semestinya
Terdapat
beberapa kejadian atau keadaan dua hal atau lebih mempunyai bentuk yang sama namun
tidak identik. Maka perlu dibuat suatu distingsi atau pembedaan dengan
mengeksplisitkan yang satu dengan yang lain. Agar tidak terjadi tumpang tindih
dan mencampur adukan sesuatu maka perlu dilakukan klasifikasi atau pembagian,
karena realitas begitu luas.
e.Mencintai definisi
yang tepat
definisi
memiliki arti pembatasan atau membuat jelas batas-batas sesuatu. Harus
dihindari kalimat-kalimat dan uraian-uraian yang gelap atau tidak terstruktur
dan tidak jelas artinya. Gunakan cara berpikir yang terang dan tajam dengan
pembagian yang jelas.
f. Mengetahui dengan
sadar kesimpulan yang dibuat
Ketahui dan
pahami kemengapaan menyimpulkan sesuatu. Harus dapat dan terbiasa melihat
asumsi-asumsi, implikasi-implikasi, dan konsekuensi-konsekuensi dari suatu
penuturan, pernyataan atau kesimpulan yang dibuat.
g.Menghindari dan
menyadari kesalahan
menjadi cakap
dan cekatan berpikir sesuai hukum, prinsip, bentuk berpikir yang betul tanpa
mengabaikan dialektika(proses perubahan keadaan). Dengan hanya berpikir logis
manusia dapat kehilangan pandangan yang meliputi seluruh sasaran. Logika bukan
hanya dijadikan sebagai mekanik saja namun juga mengembangkan kesanggupan
mengadakan evaluasi terhadap pemikiran orang lain serta sanggup menunjukkan
kesalahan. Logika ilmiah melengkapi dan mengantar manusia untuk menjadi cakap
dan sanggup berpikir kritis dengan mengenali jenis-jenis dan sebab-sebab
kesalahan pemikiran juga menjelaskan segala bentuk sebab kesalahan dengan
semestinya.
8.Keterkaitan
pengetahuan dengan etika
Etika berhubungan dengan akhlak dan pribadi setiap manusia / individu,
etika juga bersifat sebagai sesuatu hal yang dapat dikatakan lazim dan memang
sudah seharusnya melekat dalam diri manusia. Manusia yang tidak memiliki etika
tidak akan bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya. Hal tersebut
terjadi karena didalam kehidupan sehari – hari etika diperlukan sebagai salah
satu pedoman atau batasan dalam pergaulan. Jadi dapat dibayangkan jika manusia
tanpa etika, manusia tersebut tidak akan bisa hidup berdampingan dengan manusia
lain yang ada di sekitarnya. Etika juga erat kaitannya dengan sikap sopan
santun.
Etika adalah Ilmu yang membahas perbuatan baik dan perbuatan buruk manusia
sejauh yang dapat dipahami oleh pikiran manusia. Menurut Simorangkir, etika
atau etik sebagai pandangan manusia dalam berprilaku menurut ukuran dan nilai
yang baik. Menurut Drs.Sidi Gajalba dalam sistematika filsafat, etika adalah
teori tentang tingkah laku perbuatan manusia dipandang dari segi baik dan
buruk, sejauh yang dapat ditentukan oleh akal. Menurut Drs.H.Burhanudin Salam,
etika adalah cabang filsafat yang berbicara mengenai nilai dan norma moral yang
menentukan prilaku manusia dalam hidupnya. Dan menurut Drs.H.Burhanudin Salam,
etika adalah cabang filsafat yang berbicara mengenai nilai dan norma moral yang
menentukan prilaku manusia dalam hidupnya.
Etika dapat diartikan sebagai “Sesuatu hal yang
sejatinya dimiliki oleh setiap manusia, yang melekat dalam diri manusia, yang
bersifat sebagai sesuatu sikap atau tingkah laku manusia yang sopan dan sesuai
dengan moral kehidupan, dan menjadi salah satu pedoman hidup manusia dalam
kehidupannya’’.
Etika juga ilmu yang membahas perbuatan manusia baik dan perbuatan buruk
manusia sejauh yang dapat dipahami oleh pikiran manusia. Etika disebut pula
akhlak atau disebut pula moral. Apabila disebut “akhlaq” berasal dari bahasa
Arab. Apabila disebut moral berarti adat kebiasaan. Istilah moral berasal dari
bahsa Latin Mores.Tujuan mempelajari etika adalah untuk mendapatkan konsep yang
sama mengenai penilaian baik dan buruk bagi semua manusia dalam ruang dan waktu
tertentu. Etika biasanya disebut ilmu pengetahuan normatif sebab etika
menetapkan ukuran bagi perbuatan manusia dengan penggunaan norma tentang baik
dan buruk.
Macam-macam Etika
Menurut Sunoto (1982)
etika dapat dibagi menjadi etika deskriptif dan etika normatife. Etika deskriptif hanya melukiskan,
menggambarkan, menceritakan apa adanya, tidak memberikan penilaian, tidak
mengajarkan bagaimana seharusnya berbuat. Contohnya sejarah etika. Adapun Etika normatif sudah memberikan
penilaian yang baik dan yang buruk, yang harus dikerjakan dan yang tidak harus
dikerjakan. Etika Normatif dapat dibagi menjadi dua yaitu etika umum dan etika
khusus. Etika Umum membicrakan prinsip-prinsip umum, seperti apakah nilai,
motivasi suatu perbuatan, suara hati, dan sebagainya. Etika Khusus adalah
pelaksanaan prinsip-prinsip umum, seperti etika pergaulan, etika dalam
pekerjaan, dan sebagainya.
Berbagai
keterangan di atas, telah menjelaskan pemaknaan etika yang mencakupi tataran
filosofis hal ini karena etika adalah merupakan bagian kajian kefilsafatan.
Dalam waktu yang bersamaan kajian tidak bias dilakukan tanpa menyangkutkannya
dengan tataran perksisnya yaitu tindakan manusia itu sendiri. Dalam konteksnya
yang seperti itu, studi etika atau fisafat moral ini, dikatagorikan kedalam
rumusan-rumusan sebagai berikut, Cecep sumarna membagi kajian filsafat etika
kedalam: Etika
normatif, etika yang mengkaji
tentang baik buruknya tingkah laku dan Etika praktis, kajian etika biasanya menyangkut soal
tindakan yang harus dilakukan oleh manusia.
Sedangkan
Louis O. Kattsoff megkatagorikan kajian filsafat etika ini menjadi tiga macam,
yaitu:
a) Etika deskriptif, yaitu
melukiskan predikat-predikat dan tanggapantanggapan kesusilaan yang telah
diterima dan dipergunakan.
b) Etika normatif, yaitu yang bersangkutan
degan penyaringan ukuran-ukuran kesusilaan yang khas.
c) Etika praktis, yaitu menyangkut
hal yang terjadi di dalam kehidupan masyarakat berdasarkan pilihan terbaik
dalam melakukan suatu tindakan. Macam ini lebih mirip dengan apa yang disebut
dengan etika terapan.
Aliran-Aliran
dalam Etika
enam aliran penting
dalam persoalan etika yaitu:
1)
Aliran
etika Naturalisme, ialah aliran aliran yang beranggapan bahwa kebahagiaan
manusia itu didapatkan dengan menurutkan panggilan natura (fitrah) kejadian
manusia sendiri.
2)
Aliran
etika Hedonism, ialah aliran yang berpendapat bahwa perbuatan susila itu adalah
perbuatan yang menimbulkan hedone (kenikmatan dan kelezatan).
3)
Aliran
etka Utilitarianisme ialah aliran yang menilai baik dan buruknya perbuatan
manusia itu ditinjau dari besar kecil dan besarnya manfa’at bagi manusia.
4)
Aliran
etika Idealism, yaitu aliran yang berpendirian bahwa perbuatan manusia
janganlah terikat pada sebab musabab lahir, tetapi haruslah berdasarkan pada
prinsif kerohanian (idea) yang lebih tinggi.
5)
Aliran
etika Vitalisme, yaitu aliran yang menilai baik dan buruknya perbuatan manusia
itu ada tidak adanya daya hidup (vital) yang maksimum mengendalikan perbuatan
itu.
6)
Aliran
etika theologies, yaitu aliran yang berkeyakinan bahwa ukuran baik dan buruknya
perbuatan manusia itu dinilai dengan sesuai dan tidaknyasesuainya dengan
perinah Tuhan (Theos=tuhan). Nilai dalam hal ini ditentukan oleh Tuhan (Islam).
Keterkaitan
Filsafat dengan Etika
Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berusaha mengkaji segala sesuatu yang
ada dan yang mungkin ada dengan menggunakan pikiran. Bagian-bagiannya meliputi:
1.
Metafisika yaitu kajian dibalik alam yang nyata,
2.
Kosmologia yaitu kajian tentang alam,
3.
Logika yaitu pembahasa tentang cara berpikir cepat dan tepat,
4.
Etika yaitu pembahasan tentang tingkah laku manusia,
5.
Teologi yaitu pembahasan tentang ketuhanan,
6.
Antropologi yaitu pembahasan tentang manusia.
Dengan demikian, jelaslah
bahwa etika termasuk salah satu komponen dalam filsafat. Banyak ilmu yang pada
mulanya merupakan bagian dari filsafat, tetapi karena ilmu tersebut kian meluas
dan berkambang, akhirnya membentuk disiplin ilmu tersendiri dan terlepas dari
filsafat. Demikian juga etika,dalam proses perkembangannya
sekalipun masih diakui sebagai bagian dalam pembahasan filsafat, ia merupakan
ilmu yang mempunyai identitas sendiri. (Alfan: 2011)
Hubungan etika dengan ilmu filsafat menurut Ibnu Sina seperti indera
bersama, estimasi dan rekoleksasi yang menolong jiwa manusia untuk memperoleh
konsep-konsep dan ide-ide dari alam sekelilingnya. Jika manusia telah mencapai
kesempurnaan sebelum ia berpisah dengan badan, maka ia selamanya akan berada
dalam kesenangan. Jika ia berpisah dengan badan dalam keadaan tidak sempurna,
ia selalu dipengaruhi hawa nafsu. Ia hidup dalam keadaan menyesal dan terkutuk
untuk selama-lamanya di akhirat. Pemikiran filsafat tentang jiwa yang
dikemukakan Ibnu Sina memberi petunjuk dalam pemikiran filsafat terhadap
bahan-bahan atau sumber yang dapat dikembangkan lebih lanjut menjadi konsep
ilmu etika.
Ibn Khaldun dalam melihat manusia mendasarkan pada asumsi-asumsi
kemanusiaan yang sebelumnya lewat pengetahuan yang ia peroleh dalam ajaran
Islam. Ia melihat sebagai mekhluk berpikir. Oleh karena itu, manusia mampu
melahirkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sifat-sifat semacam ini tidak
dimiliki oleh makhluk-makhluk lainnya. Lewat kemampuan berfikirnya itu, manusia
tidak hanya membuat kehidupannya, tetapi juga menaruh perhatian pada berbagai
cara guna memperoleh makna hidup. Proses-proses semacam ini melahirkan
peradaban. Dalam pemikiran ilmu, Ibn Khaldun tampak bahwa manusia adalah
makhluk budaya yang kesempurnaannya baru akan terwujud manakla ia berinteraksi
dengan lingkungan sosialnya. Ini menunjukan tentang perlunya pembinaan manusia,
termasuk dalam membina etika. Gambaran tentang manusia yang terdapat dalam
pemikiran filosofis itu akan memberikan masukan yang amat berguna dalam
merancang dan merencanakan tentang cara-cara membina manusia, memperlakukannya,
dan berkomunikasi dengannya. Dengan cara demikian akan tercipta pola hubungan
yang dapat dilakukan dalam menciptakan kehidupan yang aman dan damai (M.
Yatimin Abdullah: 2006).
Etika sebagai cabang filsafat dapat dipahami bahwa istilah yang digunakan
untuk memberikan batasan terhadap aktifitas manusia dengan nilai ketentuan baik
atau buruk. Etika memiliki objek yang sama dengan filsafat, yaitu sama-sama
membahas tentang perbuatan manusia. Filsafat sebagai pengetahuan berusaha
mencari sebab yang sedalam-dalamnya berdasarkan pikiran. (Yatimin:
2006) Jika ia memikirkan pengetahuan jadilah ia filsafat ilmu, jika memikirkan
etika jadilah filsafat etika. (Ahmad Tafsir: 2005).
Jadi, Keterkaitan Filsafat dengan Etika menurut saya adalah bahwa etika
merupakan salah satu hal yang dihasilkan dari adanya filsafat. Seperti definisi
diatas, filsafat berkaitan dengan pandangan hidup manusia akan suatu kebenaran.
Dan dalam definisi etika dikatakan bahwa etika berhubungan dengan moral manusia
dan tingkah laku yang sopan dan santun. Jadi filsafat menghasilkan etika dan
dibenarkan bahwa etika itu ada dalam diri manusia dan seharusnya dimiliki oleh
setiap manusia dalam kehidupannya sebagai pedoman dalam pergaulan
dilingkungannya. Jadi hubungan antara filsafata dan etika sangat erat. Jika
tidak ada filsafat maka etika pun juga tidak akan terbentuk.
Maka dapat
dikatakan bahwa Hubungan Filsafat dan Etika adalah:
·
Filsafat adalah ilmu
pengetahuan yang berfungsi sebagai interpretasi tentang hidup manusia, yang
tugasnya meneliti dan menentukan semua fakta konkret sampai pada yang paling
mendasar.
·
Etika merupakan bagian
dari filsafat, yaitu filsafat moral. Etika bersifat: universal, relevan,
menentukan poeradaban manusia, berperan dalam memajukan Bangsa.
Etika menyelidiki dasar semua norma moral. Dalam etika biasanya dibedakan
antara etika deskriptif dan etika normatif.
1. Etika Deskriptif
Etika deskriptif
menguraikan dan menjelaskan kesadaran-kesadaran dan pengalaman moral secara
deskriptif. Ini dilakukan dengan bertitik pangkal pada kenyataan bahwa terdapat
beragam fenomena moral yang dapat digambarkan dan diuraikan secara ilmiah.
Etika deskriptif berupaya menemukan dan menjelaskan kesadaran, keyakinan dan
pengalaman moral dalam suatu kultur tertentu. Etika deskriptif dibagi menjadi
dua, yaitu:
a.
Sejarah moral, yang
meneliti cita-cita, aturan-aturan dan norma-norma moral yang pernah berlaku
dalam kehidupan manusia dalam kurun waktu dan tempat tertentu.
b.
Fenomenologi moral,
yang berupaya menemukan arti dan makna moralitas dari beragam fenomena ysng
ada. Fenomenologi moral berkepentingan untuk menjelaskan fenomena moral yang
terjadi masyarakat. Ia tidak memberikan petunjuk moral dan tidak mempersalahkan
apa yang salah.
2. Etika Normatif
Etika normatif
dipandang sebagai suatu ilmu yang mengadakan ukuran atau norma yang dapat
dipakai untuk menanggapi menilai perbuatan. Etika ini dapat menjelaskan tentang
nilai-nilai yang seharusnya dilakukan serta memungkinkan manusia untuk mengukur
tentang apa yang terajdi.
Etika normatif
menagandung dua bagian besar, yaitu: pertama membahas tentang teori nilai (theory of value) dan teori keharusan (theory of obligation). Kedua, membahas
tentang etika teologis dan etika deontelogis. Teori nilai mempersoalkan tentang
sifat kebaikan, sedangkan teorin keharusan membahas tingkah laaku. Sedangkan
etika teolog berpendapat bahwa moralitas suatu tindakan ditentukan oleh
konsekuensinya. Adapun deontologis berpendapat bahwa moralitas suatu tindakan
ditentukan oleh sebab-sebab yang menjadi dorongan dari tindakan itu, atau
ditetukan oleh sifat-sifat hakikinya atau oleh keberadaannya yang sesuai dengan
ketentuan-ketentuan dan prinsip-prinsip tertentu. (Muhammad In’am Esha, 2010)
Ciri khas etika
filsafat itu dengan jelas tampak juga pada perbuatan baik-buruk, benar-salah,
tetepi diantara cabang-cabang ilmu filsafat mempunyai suatu kedudukan
tersendiri. Ada banyak cabang filsafat, seperti filsafat alam, filsafat
sejarah, filsafat kesenian, filsafat hukum, dan filsafat agama. Sepintas lalu
rupanya etika filsafat juga menyelidiki suatu bidang tertentu, sama halnya
seperti cabang-cabang filsafat yang disebut tadi. Semua cabang filsafat
berbicara tentang yang ada, sedangkan etika filsafat membahas yang harus
dilakukan. Karena itu etika filsafat tidak jarang juga disebut praktis karena
cabang ini langsung berhubungan dengan perilaku manusia, dengan yang harus atau
tidak boleh dilakukan manusia.
Perlu diakui bahwa
etika sebagai cabang filsafat, mempunyai batasa batasan juga. Contoh, mahasiswa
yang memperoleh nilai gemilang untuk ujian mata kuliah etika, belum tentu dalam
perilakunya akan menempuh tindakan-tindakan yang paling baik menurut etika,
malah bisa terjadi nilai yang bagus itu hanya sekedar hasil nyontek, jadi hasil
sebuah perbuatan yang tidak baik (M. Yatim Abdullah: 2006).
Sikap Ilmiah
Sikap ilmiah merupakan sikap yang harus dimiliki para ilmuan karena sikap
ilmiah ini merupakan suatu sikap yang diarahkan untuk mencapai pengetahuan
ilmiah. Sikap adalah manifestasi operasionalisasi jiwa. Berpikir termasuk
tingkat kejiwaan manusia yang disebut kognisi yang terjadinya adalah kerena
adanya kesadaran dalam dirinya yang memiliki kekuatan rohaniah. Oleh karena
berpikir itu selalu mengarah dan diarahkan kepada suatu objek pemikiran, maka
sikap ini merupakan penampakan dasar pokok bagi pemikiran ilmiah. Jadi ilmiah
ini dapat dikatakan sebagai manifestasi operasionalisasi dari seseorang yang
memiliki jiwa ilmiah. Dengan demikian jiwa ilmiah dapat diketahui dari sikap
ilmiahnya sebagai keseluruhan dan pengejawantahan jiwa ilmiah. Sikap ilmiah ini
antara lain Nampak pada sikap , yaitu:
1)
Objektif
Sikap objektif ini
diartikan sebagai sikap menyisihkan prasangka– prasangka pribadi (personal
bias) atau kecenderungan yang tidak beralasan. dengan kalimat lain, dapat
melihat secara riil apa asanya mengenai kenyataan objek. Karena dalam suatu
penyelididikan yang dipentingkan adalah objeknya, maka pengeruh subjek dalam
membuat deskripsi, analisis dan hipotesis seharusnya dilepaskan jauh-jauh.
Walaupun tidaklah mungkin kita menemukan objektivitas yang absolute sebab ilmu
itu sendiri merupakan banyaknya akan ituk mewarnainya tetapi sikap objektif ini
sekurang-kurangnya , minimal dapat memperkecil pengaruh perasaannya sendiri dan
mempersempit prangka sikap tanpa pamrih. Sebab betapapun kecilnya pamrih yang
tersertakan dalam suatu penijauan tentu dapat memutar balikkan keadaan yang
sebenarnya , bahkan menimbulkan arbitrarisme atau sliptisisme.
2)
Serba relatif
Ilmiah tidak mempunyai
maksud untuk mencari kebenaran mutlak. Ilmu tidak mendasarkan kebenaran
ilmiahnya atas beberapa postulat yang secara apriori dalam ilmu sering
digunakan oleh teori-teori lain. Dan terutama untuk mengugurkan teori-teori
sebelumnya yang sudah diterima.
3)
Skeptis
Adapun yang termasuk
sikap skeptic adalah selalu ragu terhadap pernyataan–pernyataan yang belum
cukup kuat dasar bukti, fakta-fakta maupun persaksian-persaksian autoritas
dengan diikuti sikap untuk dapat menyusun pemikiran-pemikiran baru. Atau sikap
ini diatikan juga sebagai sikap tidak cepat puas dengan jawaban tunggal. Kemudian
ditelitinya lagi guna membanding-bandingkan fenomena-fenomena yang serupa
tentang hokum alam, hipotesis, teori, dugaan, dan atau pendapat pendapat bahkan
yang lebih actual lagi .
4)
Kesabaran Intelektual
Sikap sanggup menahan
diri dan kuat untuk tidak menyerah kepada tekanan-tekanan maupun intimidasi
agar kita menyatakan suatu pendirian ilmiah karena agar kita menyatakan suatu
pendirian ilmiah karena memang belum tuntas dan belum cukup lengkap hasil
penelitian kita tentang sesuatu objek kajian ilmiah adalah sikap utama ahli
ilmu.
5)
Kesederhanaan
Sebagai sikap ilmiah,
maka kesederhanaan adalah sikap yang ditampilkan dalam cara berpikir,
mengemukakan pendapat dan cara pembuktian. Sikap sederhana adalah sikap
tengah-tengah antara kesombongan intelektual dan stagnasi atau antara
superioritas. Termasuk sikap sederhana adalah sikap terbuka bagi semua
kritikan, berjiwa dan lapang dada, tidak emotif atau egosentris, rendah hati
dan tidak fanatik buta, tetapi penuh toleransi terhadap hal-hal yang
diketahuinya maupun yang belum diketahuinya.
6)
Tidak Memihak pada Etik
Sikap tidak memihak
pada etik dalam mempelajari ilmu maupun dalam dalam mengembangkan ilmu
pengetahuan, artinya bahwa ilmu itu tidak mempunyai tujuan untuk pada akhirnya
membuat penilaian baik-buruk, karena hal itu adalah menjadi wewenang ilmu
akhlak (Etika) yang menyangkut cara bertingkah laku. Tetapi ilmu memiliki tugas
untuk mengumukakan apa yang betul (true) dan apa yang keliru (false)
secara relative.
7)
Menjangkau Masa Depan
Orang yang bersikap
ilmoah itu mempunyai wawasan yang luas dan pandangan jauh ke depan (perspektif)
serta berorientasi kepada tugasnya. Perkembangan teknologi dan pesatnya
kebudayaan pada umumnya menarik perhatian para ilmuan dan karenanya ia
berpandangan jauh ke masa depan. Sikap ini mendorong dirinya untuk selalu
bersikap penasaran dalam mencari kebenaran (true) dan tidak puas dengan apa
yangt ada padanya, juga tidak lekas berputus asa atau tidak kenal frustasi. Dia
senantiasa membuat hipotesis – hipotesis, analisis-analisis, atau
ramalan-ramalan ilmuah, tentang kemungkinan-kemungkinan itu bukan tentang
kemutlakan-kemutlakan.
Komentar
Posting Komentar